Dalam perjalanan hidup yang sama alami, hanya satu prinsip utama yang perlu saya pahami, manusia melakukan bagiannya dan Tuhan melakukan yang selebihnya!
Pada tahun 2004, saya bersama keluarga meninggalkan kota Solo menuju kota Yogyakrata untuk mengembangkan usaha ekspedisi Muatan Kapal Laut (MKL) bersama seorang rekan. Semula semuanya berjalan baik, bulan kedua juga demikian. Namun menginjak bulan keenam, mulai terlihat sesuatu yang kurang beres pada rekan saya. Rupanya, ia tidak jujur. Saya terus bergumul tentang hal ini, dirinya dan usaha kami berdua.
Dalam kondisi tersebut, sata mencoba bertanya, "Apakah yang harus saya lakukan?". Saya berdoa agar Tuhan memberi tuntunan. Puji Tuhan, Dia membuka jalan. Sejak April 2006 saya jualan soal-soal try out, semacam Lembar Kerja Siswa, untuk Sekolah Dasar. Dari hasil berjualan saya dapat mengumpulkan uang untuk tabungan kami sekeluarga. Saya bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan. Dia tahu, sebagai manusia biasa saya bisa sakit hati terhadap rekan yang tega berbuat curang. Namun, dengan larisnya soal-soal try out tersebut sungguh menghibur saya. Rupanya Tuhan memberkati saya dengan cara istimewa.
Situasi yang menghibur itu ternyata tidak berlangsung lama. Sesungguhnya saya mulai merajut berbagai rencana untuk mengembangkan usaha maupun kehidupan kami sekeluarga. Namun itu tak terlaksana. Gempa yang terjadi di DIY dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 telah menghancurkan usaha yang saya rintis dengan susah payah. Baik usaha ekspedisi MKL maupun usaha soal-soal try out yang sedang laris-larisnya. Usaha saya hancur bukan lantaran kehilangan aset semata, melainkan karena sebagian besar pelanggan kami berdomisili di Bantul.
Dengan mata kepala sendiri saya melihat rumah-rumah mereka yang hancur dan harta benda mereka juga ikut luluh lantak. Saya tidak sampai hati menagih. Kenyataan ini membuat saya sedikit goncang. Maklum, menyangkut masa depan keluarga dan relasi bisnis yang selama ini bekerja sama.
Untunglah, Tuhan dengan cara unik-Nya telah mempersiapkan saya. Selama di Yogyakarta, saya berjemaat dan melayani di Gereja Betel Indonesia (GBI) "Aletheia" Jl. Magelang. Saya mendapat siraman rohani yang selalu menguatkan saya. Saya melayani sebagai singer, choir, diaken serta school of worker. Rumah kami digunakan untuk persekutuan doa pagi setiap jam lima sampai jam enam. Saya sadar, semuanya itu Tuhan atur agar saya dan keluarga sudah siap saat krisis melanda.
Ketika terjadi bencana gempa bumi, sebagai humas di lingkungan tempat kami bermukim, saya juga berkeliling untuk mengantarkan nasi bungkus bagi para korban gempa. Di sini pun saya menyaksikan tangan Tuhan yang memberkati. Saya memberi, tapi saya juga diberi. Bahkan hingga September 2006, saya masih membawa beras ke Solo, pemberian orang waktu gempa, melanda DIY dan sekitarnya.
Tayangan tentang gempa susulan yang berulang-ulang disiarkan televisi, menyebabkan orang tua dan mertua meminta kami segera kembali ke Solo. Walau saya sebetulnya betah di Yogyakarta, dengan berbagai pertimbangan akhirnya kami memutuskan kembali ke Solo. Tak lama kemudian, seorang rekan menawarkan kerjasama. Ia berjanji akan memberi fasilitas dan gaji untuk saya. Saya memutuskan menerima tawaran tersebut. Namun hingga bulan ketiga gaji yang dijanjikan tidak kunjung dibayarkan.
Saya merasa khawatir, apalagi istri saya sedang hamil. Walau saya tetap "setor gaji" setiap bulannya, tetapi sebetulnya uang itu saya usahakan sendiri, bukan dari gaji yang dijanjikannya.
Di saat yang lain, tawaran datang dari seorang teman. Kerjanya mencari truk untuk muatan dari Solo menuju Surabaya. Tiap satu truk sewanya tiga juta rupiah. Dari sana saya mendapatkan berkat untuk kelanjutan kehidupan kami. Saya diberi uang oleh yang menyewa maupun teman yang meminta saya bekerja dengannya. Puji Tuhan! Uang dari hasil tersebut dapat mencukupi biaya kelahiran anak kami yang ketiga. Sungguh Dia memenuhi kebutuhan kami dengan cara-Nya yang kadang tidak pernah terpikir.
Bila saya renungkan cara Tuhan menolong, sungguh luar biasa. Rekan kerja yang awalnya berjanji menggaji saya, datang kembali. Kali ini ia datang dengan 30 tabung gas. Ia berkata, "Pak Sri, saya tidak minta apa-apa. Sekarang Bapak jualan gas". Wah luar biasa, Tuhan menolong memberi pekerjaan sehingga istri dan ketiga anak saya tidak kelaparan.
Selain berjualan tabung gas LPG dan air mineral, dari hari ke hari Tuhan memberkati kami. Pekerjaan diberkati, tetapi "burung gagak" juga Tuhan kirim untuk mencukupi kebutuhan kami setiap hari. Ada saja orang yang dipakai Tuhan untuk memberkati kami.
Saya bertekad melayani Tuhan melalui pekerjaan yang dipercayakan-Nya. Sekarang Tuhan terus menambahkan pelanggan gas dan air mineral. Rata-rata 8 sampai 10 tabung gas dan air mineral terjual setiap hari. Ya, hitung-hitung dapat membantu kami untuk bertahan hidup.
Dalam menjalankan pekerjaan ini, saya memiliki prinsip tidak perlu khawatir, sesuai firman Tuhan (Matius 6:25).
Oleh : Sri Haryono
EmoticonEmoticon