Kesaksian Intan

Saya terlahir dari keluarga non-kristen fanatik. Dari kecil pun terdidik dengan ajarannya. Saat usia saya 12 tahun, nenek saya yang biasa menjadi tulang punggung keluarga meninggal dunia. Kemudian saya ikut family

yang beragama Kristiani. Saya yang masih lugu, belum tahu mana yang terbaik dalam hidup saya kemudian menerima Yesus karena permintaan keluarga.

Setelah saya menerima Yesus, saya bertumbuh di dalam Dia, sampai akhirnya saya masuk pelayanan dan benar-benar mengerti arti kehadiran Yesus dalam hidup saya. Saya sungguh-sungguh mencintai Yesus.

Di perjalanan pelayanan saya dalam Tuhan, saya dihadapkan pada sebuah kenyataan, bahwa saya merindukan Ayah kandung saya, yang sejak kecil tidak pernah saya ketahui rupanya. Reatret Juli 1995, di tengah malam saya berdoa, saya sebaris kata: "Tuhan, saya kangen Papa."  Kata-kata yang telah saya simpan dalam dendam menahun. Saya benci pada Papa, tapi saya juga merindukannya. Perubahaan yang sangat drastis dalam kehidupan saya.

Tiga bulan kemudian keajaiban terjadi dalam hidup saya. Saya bertemu papa kandung saya yang selama 16 tahun telah meninggalkan saya dan mama saya. Sungguh hal yang tidak masuk di akal. Karena saya bertemu dia langsung dan segera mengetahui bahwa dia adalah papa saya.

Kehidupan saya pun berubah. Papa menarik kami kembali ke non-kristen. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Di tengah-tengah pelayanan saya dengan Tuhan saya diberikan pilihan yang sulit. Saya ingin tetap bersama Yesus,

tapi saya tidak mau kehilangan keluarga yang baru saya temukan. Saya meninggalkan Tuhan.

Setahun kemudian, Papa meninggalkan kami lagi. Ia menikah lagi. Rasa sakit itu teramat sangat. Tahun-tahun berjalan dengan kehampaan, itu yang saya lalui. Berulangkali saya ingin ke gereja, tapi mama selalu menahan

saya. Saya tidak tega melihat kesetiaan mama pada papa, akhirnya saya mengalah.

Lima tahun hidup dalam kehampaan, hingga suatu hari saya sadar saya harus membenahi diri saya. Yang saya perlukan bukan hanya Bapa duniawi tapi juga Bapa surgawi. Akhir tahun 2000, saya pergi ke gereja, berdoa "saya ingin pulang, Tuhan." Saya tahu yang saya butuh kan adalah Tuhan Yesus, Dia lebih segalanya buat saya. Saya bisa hidup tanpa Papa, tapi tidak tanpa Tuhan.

Namun, hati saya kembali diuji oleh Tuhan. Ketika saya memilih kembali kepada Tuhan, mama tidak setuju, dengan alasan yang sangat menyakitkan, "Nanti kalau mami mati ngga ada yang doa'in." Sungguh kata-kata itu mengiris hati saya berkeping-keping. Saya seperti di persimpangan jalan. Di hadapkan pada pilihan berat. Saya tidak mau kehilangan Tuhan, tidak juga ingin kehilangan mama saya. Karena hanya dia yang saya miliki, karena saya anak tunggal.

Saya down dengan dilema ini. Saya harus menyembunyikan identitas saya sebagai kristiani dari orang-orang di sekeliling saya. Saya juga harus bertengkar setiap kali dengan mama saya bila saya ke gereja atau melihat

saya membaca alkitab.

Namun kali ini saya benar-benar kuat. Hari itu saya curhat dengan manager di salah satu divisi di perusahaan saya. Saya sharing setiap hari. Dia yang membantu yang bangkit dan terus berjalan bersama Yesus. Sejak hari

itu, saya mantap dengan kekristenan saya. Saya yakin Tuhan yang telah memilih saya. Hingga saat ini saya bisa di sini menceritakan semua kisah saya ini. Saya benar-benar merasakan tangan Tuhan bekerja dalam hidup saya.

Usia saya 22 tahun. Sekarang saya bekerja sebagai sekretaris direktur di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Kehidupan saya mapan di dalam Tuhan, dan terlebih penting, mama saya sudah tidak pernah memarahi saya bila saya ke gereja. Jalan saya semakin mudah, saya yakin, suatu hari mama saya akan kembali kepada Yesus, semua ini dibantu juga dengan doa teman-teman yang membaca kesaksian ini.

Seperti yang tertulis "Biarlah terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu dan memuliakan Bapamu yang di surga"

Saya mengucap syukur untuk kasih dan penyertaan Tuhan kepada saya. Lewat kesaksian ini saya ingin menyampaikan kepada teman-teman yang serupa kisahnya dengan saya, untuk tetap berjalan di dalam Tuhan, karena pencobaan-pencobaan yang kamu alami adalah pencobaan biasa. Karena Tuhan mengatakan bahwa Ia tidak akan memberikan coba'an yang melebihi kekuatan kita. Kita hanya diuji, seberapa besar, kasih kita kepada Tuhan, dan memberi pengertian kepada kita, betapa besar kasih Tuhan dalam hidup kita. Itu tidak berkesudahan.

Oleh: Intan (Jakarta) - 15 September 2001

Diterjemahkan oleh: Hilmy

Previous
Next Post »