Aku mengawali hari itu dengan keluhan-keluhan kecil....
Tugas-tugas yang menumpuk membuat aku sulit untuk memilih dari mana aku harus memulainya sedangkan waktu penyelesaiannya hampir bersamaan. Ditambah lagi kondisi fisik tubuhku rasanya tak mampu. Keadaan-keadaan inilah yang membebaniku pagi itu, yang membuatku mengabaikan saat teduh pribadiku bersama DIA. Hanya sebuah kalimat sederhana yang sempat terucap ”Thanks GOD for today..., sebelum aku menyiapkan diri dan bergegas ke tempat kerjaku.
Mobil yang kutumpangi melaju dengan cepat, membawa diriku dengan berbagai kekesalan di hati. Kupandangi tumpukan kertas yang berisi tugas-tugas yang harus kuselesaikan. ”Mengapa semalam aku harus sakit sehingga aku tak bisa mengerjakan tugas-tugas itu? Sedangkan di kantor seseorang telah siap menanti hasil penyelesaiannya."
Tiba-tiba mobil berhenti, aku kaget, apa sebenarnya yang terjadi? Ternyata ada seorang yang terganggu jiwanya berdiri tepat di depan mobil. Sosok dengan penampilan yang acak-acakan serta senyum kecut di bibirnya, berlalu begitu saja tanpa menghiraukan gertakan dari sang sopir. Spontan air mataku menetes, ”TUHAN mengapa mereka harus seperti ini? Bukankah mereka juga adalah ciptaanMU yang termulia? Aku tahu ENGKAU juga mengasihi mereka”.
Selang beberapa menit, seorang penumpang harus turun jadi mobil pun berhenti. Mataku tertuju pada seorang nenek tua yang duduk di kursi roda, ”TUHAN, mengapa ENGKAU memberikan umur yang panjang kalau akhirnya harus menderita seperti itu?? Hati kecilku pun bertanya sekaligus berusaha menjawab ”pasti ada maksud TUHAN di balik semua itu”.
Belum lepas pandanganku dari sosok nenek tua dengan kursi rodanya sebuah mobil jenazah lewat aku bergumam, ”Ya, inilah hidup, TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN”. Kini mobil yang kutumpangi menyusuri jalan di antara hamparan kebun sayur yang tertata indah laksana ukiran-ukiran yang membentuk perbukitan yang hijau. Untuk kesekian kalinya aku terkagum ”sungguh, tiada yang seperti ENGKAU TUHAN, betapa indahnya alam ini”.
Tanpa terasa perjalanan selama hampir satu jam telah membawaku ke tempat kerjaku. Belum juga kulangkahkan kakiku menyeberangi jalan di depan kantorku, mataku terpaku pada seorang pedagang kaki lima dengan jualannya yang tampak tak ringan juga seorang kakek tua dengan bendi tuanya sibuk mencari penumpang. Hatiku tersentak, ”Ya, inilah hidup yang harus diperjuangkan”.
Pikiran dan perasaanku berkecamuk, berusaha untuk mengerti maksud TUHAN di balik semua peristiwa yang kusaksikan. Aku tak kuasa membendung air mataku yang sejak tadi terus menggenangi mataku. ”TUHAN yang akan memberikan pengertian kepadaku”. Aku melangkahkan kakiku ke arah pintu kantor. Apa yang terjadi?? Ooh, aku baru ingat seorang temanku berhari ulang tahun. Suasana ceria meliputi ruangan kantorku. Kami berjabatan tangan, bercanda tawa sambil menikmati makanan ringan yang telah disiapkan, aku pun bergumam, ”Hidup itu anugerah dan kita harus mensyukurinya”.
Setelah semuanya selesai, seperti tanpa beban aku mulai mengerjakan tugas yang harus diselesaikan hari itu.. Lembar demi lembar kertas berpindah tempat setelah aku meyelesaikan perhitungan-perhitungan di dalamnya. Kuraih sebuah lembaran kertas, aku kaget, ”benarkah ini lembaran terakhir? Seakan tak percaya aku kembali memeriksa kembali tumpukan kertas yang telah berpindah tempat, "Oh, Thanks GOD ini benar-benar lembar yang terakhir" Tanpa menunggu lama aku pun langsung menyelesaikan semuanya. ”Sudah selesai?” seseorang mengagetkanku. ”Iya Pak, ini hasilnya” jawabku sambil menyerahkan tumpukan kertas yang telah kususun rapi. ”Terima kasih”, ujarnya kembali.
Peritiwa sepanjang hari itu kembali terbayang di benakku. Kekesalanku di pagi hari, kejadian-kejadian yang kusaksikan saat berada dalam perjalanan sampai suasana sukacita di kantorku yang membuatku lupa akan bebanku di pagi hari. Aku tersenyum. ’Thanks GOD, ENGKAU mengajarkan banyak hal untukku hari ini, terima kasih karena ENGKAU mengganti kekesalanku dengan sukacita yang kuperoleh dari apa yang kusaksikan, tak seharusnya aku terpaku pada besarnya masalah yang sepertinya harus kuselesaikan, tak seharusnya aku mengabaikan saat teduhku karena sepertinya dikejar aktivitas, ampuni aku TUHAN, tak seharusnya aku tidak bersyukur, aku harus belajar untuk menghargai hidup sebelum terlambat, aku harus belajar menjalani hidup dengan sukacita, aku harus berjuang tanpa keluhan-keluhan yang justru menghalangi perjuanganku, aku harus terus belajar melihat karya ALLAH dalam semua hal yang kualami dan kusaksikan.
”Terima kasih TUHAN”. Inilah kalimat-kalimat yang terus menghiasi hatiku hingga akhirnya jam kantor selesai. Aku pulang dengan sukacita, ”terima kasih TUHAN, betapa luar biasanya ENGKAU, sungguh semuanya baik ketika itu kujalani bersamaMU dan tanpaMU aku tak kan bisa berbuat apa-apa karena aku bukan siapa-siapa. Biarlah apa yang kudapatkan hari itu bisa dirasakan oleh saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku dan sesamaku.. ”Terima kasih Tuhan...”
Kiriman : Slow Art
EmoticonEmoticon