Kathy & Pattrick DeZeeuw

Oleh Kathy DeZeeuw (Ibu)

Saya dibesarkan dalam keluarga yang membaca Alkitab setiap hendak makan dan pergi ke gereja tiga kali seminggu. Kami adalah keluarga yang sangat rohani, tetapi sebenarnya kami tidak mempunyai hubungan yang sesungguhnya dengan Tuhan. Sebagai seorang gadis muda, saya cukup terlindung, dan mempunyai impian khusus untuk berjumpa dengan pemuda ideal dan memiliki perkawinan yang sempurna. Namun impian saya telah berubah menjadi mimpi buruk yang mengerikan. Saya tidak diperbolehkan berkencan atau nonton bioskop. Tetapi pada suatu malam saat saya berusia 16 tahun, saya membolos dari gereja dan pergi membeli pizza bersama dengan teman wanita. Ditempat restoran pizza, saya menerima sebuah undangan drive-in movie (Menonton bioskop dari dalam mobil) bersama seorang pria yang baru saja keluar dari dalam penjara. Saat ia semakin mabuk, kemarahan dalam dirinya menjadi jelas. Film berakhir, tetapi ia tidak membawa saya kembali ke mobil saya, sebaliknya ia membawa saya pergi kesebuah danau terpencil, lalu memperkosa saya.

Saat saya mengkuatkan diri saya untuk bangun dan berjalan pulang, saya tidak bisa berhenti meratap. Saya merasa mati di dalam. Segalanya didalam diri saya hancur - ia telah mencuri dari saya sesuatu yang tidak akan pernah saya dapatkan kembali. Dan yang lebih buruk dari itu adalah ketidaktaatan saya mengakibatkan saya diperkosa. Karena saya tidak "Dikerjain dijalanan", saya menganggap itu mungkin bukan benar2 perkosaan-itu pasti kesalahan saya. Sebab itu saya menyembunyikan perasaan bersalah dan malu. Entah bagaimana akhirnya saya tahu bahwa saya hamil. Satu bulan berlalu berganti dengan bulan berikutnya. Pada saat menunggu datang bulan, saya menjadi suka menyendiri dan putus asa. Dalam keputus-asaan saya menjerit kepada Tuhan dan membuat segala janji, tetapi Tuhan tidak mengambil anak pria pemerkosa itu. Saat itu aborsi masih belum disahkan, maka saya berusaha membunuh sendiri anak saya, saya minum racun semut, menjatuhkan diri dari timbunan rumput kering yang tinggi, dan meninju perut saya sekeras mungkin, tetapi tidak ada satupun yang berhasil. Saya membenci bayi tersebut, saya benci pria itu, dan terutama saya benci diri saya sendiri.

Saat perut saya bertambah besar, saya menjadi semakin takut. Saya mengenakan korset untuk menutupi perut saya yang menonjol. Bila saya tiba dirumah sepulang sekolah saya sudah hampir pingsan karena kesakitan. Dalam keputus-asaan saya yang dalam, saya berusaha untuk menyembunyikan apa yang terjadi, saya berusaha untuk meletakkan kesalahan tersebut pada orang lain. Saya mulai berkencan dengan seorang pemuda. Saya pikir andai saya bisa memperdayainya, saya bisa mengatakan bahwa ini adalah bayinya - mungkin ia akan mengawini saya.

Akhirnya, suatu hari disekolah, saya pingsan, suster memenggil ibu saya untuk datang dan membawa saya pulang. Sesampainya dirumah, saya lari menaiki tangga untuk ganti baju memakai baju kaos tebal berlengan panjang dan celana panjang abang saya yang besar. Ibu mengikuti dan dalam keheranannya ia menjerit, "Kamu tampak hamil". Saya tahu saya tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi. Maka saya menjawab, "Ya, ibu."

Ayah mengatakan bahwa kami perlu memanggil keluarga pacar saya untuk menikah secepat mungkin. Saya tahu bahwa bayi tersebut bukan dari pria kedua ini, tetapi saya diam saja. Saya tak akan pernah lupa malam disaat pria itu bersama kedua orang tuanya datang, saya dipermalukan saat in menerangkan bahwa tidaklah mungkin itu adalah bayinya. Saat cerita ini menyebar tentang betapa brengseknya saya, orang2 di gereja mengatakan bahwa saya "bukan gadis baik-baik" dan perlu diusir. Banyak rumor menyebar tetapi saya tetap tidak menceritakan pada siapapun tentang pemerkosaan tersebut. Orang tua saya mengirim saya ke rumah penampungan untuk para ibu diluar perkawinan yang jaraknya bermil-mil dari rumah saya, dan memberitahu saya untuk menyerahkan bayi saya untuk diadopsi.

Saya begitu kesepian. Satu2nya orang yang tersisa dalam hidup saya adalah bayi ini yang telah menjauhkan diri saya dari semua orang. Sementara minggu berganti minggu, ikatan batin bertumbuh semakin kuat. Simungil yang menendang-nendang dalam diri saya itu sekarang adalah anak saya. Dia bukan lagi milik pria menakutkan yang telah memperkosa saya. Akhirnya saya masuk persalinan. Tiap kali kontraksi mulai, satu-satunya hal yang bisa saya pikirkan adalah berdoa dengan satu-satunya doa yang saya ketahui, "Bapa kami yang ada
disurga, dipermuliakanlah namaMu....." Setelah 27 jam bayi saya lahir, lalu diambil cepat-cepat dari saya. Saya pikir tidak akan pernah bertemu dia lagi. Saya diminta untuk tinggal sepuluh hari lagi, dan selama itu saya selalu berdiri disamping jendela kamar anak-anak, dan memendangi putra saya. Saya hanya ingin menggendongnya, memegangnya sebelum mereka membawanya pergi.

Tetapi mereka tidak memperbolehkan, maka mereka menyeret saya dari jendela. Saat orang tua saya tiba, hal pertama yang saya katakan adalah, "Papa, apa papa ingin melihat cucu papa?" Ia berkata "Tidak, saya tidak ingin melihatnya atau berhubungan dengan hal apapun mengenai dia." Papa takut kalau sudah melihatnya, dia akan punya keinginan untuk membawanya pulang. Tetapi saya salah mengartikan reaksinya, lalu menjadi sangat marah, dan menyuruh mereka pergi. Malam itu saya bermimpi sangat jelas-mimpi tentang merawat putra saya. Saya duduk diranjang dan berkata, "Ya Tuhan, apapun yang terjadi, saya akan membawanya pulang." Saat saya berbaring kembali, hati saya terasa damai dan saya tidur nyenyak sekali untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan.

Besoknya orang tua saya kembali dan saat ayah berjalan di dekat pintu, ia berkata, "Sayang, kita akan membawanya pulang. Saya tidak perduli apa yang akan orang katakan, kami akan mendukungmu." Saya sudah memilih sebuah nama, maka saya letakkan Pattrick kecil dibagian mobil dan kami pulang. Akan tetapi sesampainya dirumah, anggota keluarga yang lain sangat menentang saya untuk merawat Pattrick, dan mereka mengungkapkan perasaan mereka terang2an didepan saya. Saya tinggal selama sembilan bulan, dan kepahitan yang dalam melanda saya. Saya menyimpan perasaan tak dapat mengampuni yang sedemikian besar terhadap orang yang telah memperkosa saya, dan terhadap orang2 yang mengucapkan dusta mengenai diri saya. Kata-kata mereka yang merusak masuk kedalam roh saya. Saya tidak tahan hidup dengan mendengar kebohongan-kebohongan yang mereka ceritakan, maka saya pindah ke California, dan tenggelam dalam pengaruh obat-obatan dan alkohol. Tiba-tiba, semua yang mereka katakan tentang diri saya menjadi kenyataan. Saat Pattrick berumur dua tahun setengah, saya bertemu Harris, dialah jawaban atas doa saya. Waktu saya meninggalkan rumah penampungan bagi para ibu diluar perkawinan, saya pernah memandang kelangit dan berdoa, "Tuhan, jika memang Engkau ada, tolong, bila saya menikah, biarlah pria itu mencintai bayi ini lebih daripada ia mencintai saya." Dan tepat seperti itulah yang terjadi. Harris jatuh cinta kepada Pattrick, dan mereka melakukan hal-hal yang biasa dilakukan semua ayah dan anak. Saat Harris akhirnya meminta saya kepada ayah saya, yang pertama dia minta adalah Pattrick, baru kemudian diri saya.

Namun perkawinan kami sangat sulit. Sejujurnya, saya benci kepada laki-laki. Saya malah semakin tenggelam dalam obat-obatan dan minum-minum, dan apa yang tersisa dari kehidupan saya hancur berantakan begitu cepatnya. Akhirnya, setelah over dosis untuk ketiga atau untuk keempat kalinya, Tuhan melawat diri saya. Saya sadar saya perlu menyerahkan hidup saya kepada Tuhan, maka sayapun menjerit kepada Tuhan. Kemurahan Tuhan dinyatakan lebih lagi kepada saya dengan cara yang paling indah. Hidup saya diubahkan sepenuhnya. Pada satu hari saya adalah seorang pecandu obat-obatan yang gila, tetapi pada hari berikutnya saya begitu mengasihi Tuhan Yesus dan begitu lapar akan FirmanNya. Kurang lebih setahun kemudian, Harris menyerahkan hidupnya juga kepada Tuhan, dan seluruh keluarga saya mengalami kesembuhan yang dasyat. Kami dikaruniai dua putra lagi, dan mereka semua tahu akan Tuhan dan mengasihiNya. Sebenarnya ada saat-saat yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, tetapi melalui semua itu Tuhan telah menunjukkan kepada saya kasihNya yang lembut dan pengampunanNya.

Sekarang Pattrick berumur 22 tahun, dan saya bersyukur kepada Tuhan bahwa aborsi dilarang saat ia saya kandung. Jika saat itu aborsi diperbolehkan. Saya tidak tahu pasti apa yang akan saya pilih, tetapi saya bahagia karena saya tidak memiliki pilihan. Saya berdoa supaya suatu hari nanti aborsi dilarang lagi. Saya kira baik Pattrick maupun saya adalah contoh terbaik akan belas kasih dan anugerah Tuhan, terhadap korban pemerkosaan. Tiap kehidupan sangatlah penting dan tak terukur nilainya, tak peduli bagaimana keadaannya. Allah memberi pada setiap orang sesuatu yang unik untuk disumbangkan, dan disaat satu kehidupan hilang, kita semua kehilangan sesuatu. Bila Pattrick tidak ada, akan ada banyak orang yang kehidupannya bakal menderita, terutama saya. Pattricklah yang telah menantang saya dan menolong saya untuk sungguh2 mengampuni ayahnya. Sekarang saya bekerja sebagai konselor disebuah pusat krisis kehamilan, dan seringkali seorang gadis muda bertanya, "Tetapi kamu tidak mengerti! Bagaimana kamu bisa memahami keadaan saya?" Dan saya diberi kemampuan untuk memberi kesaksian tentang hidup saya, bagaimana Tuhan sanggup mengubah sekalipun hasil pemerkosaan untuk kemuliaan namaNya. Jika Dia dapat melakukannya untuk saya, Dia pasti juga dapat melakukannya untuk orang lain! Benar itu tidak mudah, tetapi saya sangat bersyukur atas bagaimana Tuhan sudah memulihkan kehidupan saya.
=======================

Oleh Pattrick DeZeeuw (Anak)

Saya berusia 19 tahun saat saya tahu bahwa saya dikandung akibat pemerkosaan. Saya sangat terkejut. Sebagai seorang pemuda saya merasakan kebencian yang tidak kentara terhadap ayah kandung saya, yaitu sejak meninggalkan saya dan ibu saya. Saya merasa terluka dan ditolak olehnya. Setiap kali mengingat kenyataan tersebut, saya segera mengobarkan kembali kebencian itu, dan hati saya terbakar oleh kepahitan terhadap dirinya. Hanya setelah menyerahkan hidup saya kepada Tuhan maka saya temukan kedamaian dengan diri saya, siapa saya dan bagaimana saya dilahirkan.

Kedamaian itu datang saat saya mengampuni ayah saya, sama seperti Yesus sudah mengampuni diri saya. Sebagai anak hasil pemerkosaan, saya mempunyai pandangan yang khusus mengenai aborsi. Jika saja aborsi sudah diperbolehkan pada saat saya dikandung, saya pasti tidak akan hidup. Saya tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengasihi dan memberi diri saya untuk orang lain. Saya juga telah memiliki kesempatan yang indah untuk membagi kesaksian saya. Kapanpun orang berkata, "Ya, tetapi bagaimana kalau akibat pemerkosaan?" Saya memiliki jawaban yang sempurna!. Tuhan telah memberkati saya dengan istri yang luar biasa dan kami merasakan panggilan-Nya dalam ladang penginjilan. Tuhan telah menolong saya untuk bertindak jauh lebih dari hanya sekedar mengampuni ayah saya-saya sungguh-sungguh mengasihinya. Saya berharap dengan segenap hati saya untuk dapat bertemu dengannya. Mungkin kesaksian ini dapat sampai ketangannya, dan akan menemui saya. Doa saya adalah bahwa dia juga akan datang untuk mengenal kuasa kasih Tuhan Yesus yang memulihkan hati yang hancur.

Previous
Next Post »