"Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah terberau di tepi sungai Nil." - Keluaran 2:3
Jutta Fleck, yang dikenal pada tahun 1980-an sebagai die frau vom Check-point Charlie (satu koridor di Berlin di bawah otoritas Amerika Serikat) kini menjadi selebriti persatuan German. Semua media Jerman TV dan koran, ramai menjadikan perempuan warga Jerman Timur tersebut sebagai pusat berita dan acara talkshow. Kisahnya menyeberang dari Jerman Timur ke Jerman Barat diangkat ke layar lebar dengan judul sama. Jutta yang berhasil menjadi warga Jerman Barat saat itu masih harus menelan pil pahit yaitu terpisah dengan kedua anaknya, Beate dan Claudia. Perjuangan wanita itu berhasil. Mantan menlu Jerman Barat, Dietrich Genscher meminta pemerintah Jerman Timur melepas kedua anak Jutta agar bisa bergabung dengan ibu merdeka di Barat.
Yokebet ketika memutuskan untuk menghanyutkan Musa, yang masih kemerahan, paling tidak harus menghadapi dua resiko yang sangat berat. Pertama, kehilangan anak yang sangat disayangi karena tenggelam di sungai Nil. Kedua, ketahuan melanggar peraturan karena memiliki anak laki-laki yang tetap hidup hingga berusia 3 bulan, saat itu raja Mesir membuat keputusan bahwa hanya bayi perempuan Yahudi yang diizinkan hidup. Pendek kata, resiko yang dihadapi keluarga Amram-Yokebet sangat berat. Namun mereka berani menghadapi resiko itu dengan melakukan pemikiran alternatif seperti tersebut di atas.
Agar target berkarya kita hari ini tercapai, kita juga membutuhkan dua macam keberanian sekaligus : berani memercayai Allah dengan sepenuh hati dan bertindak berdasar tuntutan hati nurani yang diterangi-Nya. (rut)
KEBERANIAN SEJATI DILANDASI IMAN YANG MURNI
Renungan Pagi
EmoticonEmoticon