Siapakah Yesus Kristus?

Salah satu perdebatan sengit di dalam bidang theologia adalah yang berkaitan dengan topik Kristologi. Sejak abad permulaan hingga kini, memasuki millenium ketiga, para ahli terus bertanya tentang siapakah Yesus Kristus. Di dalam sejarah hidup manusia, disadari atau tidak, diakui atau tidak, pribadi Yesus Kristus telah menjadi tokoh sentral sepanjang segala abad dan tempat. Seluruh kehidupan Yesus, mulai dari kelahiran, hidup dan karya hingga kematianNya menjadi topik yang sangat menarik untuk diperdebatkan. Para ahli atau yang merasa dirinya ahli seolah-olah tidak kehabisan energi atau stamina untuk terus menerus mempertanyakan apakah Yesus sungguh-sungguh Allah, atau sekedar nabi atau manusia biasa yang luar biasa. Itulah sebabnya, banyak diskusi dan seminar yang dilakukan; ribuan bahkan jutaan jilid buku telah diterbitkan. Dalam hal ini kita dapat mengamati dua kelompok besar: ada yang melakukan hal tersebut di atas dengan motivasi dan maksud baik, tetapi tidak sedikit dengan motivasi jelek dan jahat! Sebagai contoh, ada yang disebut dengan gerakan menggali ulang Yesus sejarah atau The quest of the historical Jesus (First quest, second quest, third quest...?). Demikian juga dengan gerakan “The Jesus Seminar” oleh John Dominic Crossan serta Robert Funk dkk yang mencoba menggugat keabsahan pernyataan-pernyata an Yesus di dalam keempat Injil.

Sesungguhnya, jikalau kita jeli dan dengan hati terbuka memperhatikan ke dalam seluruh Alkitab, mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru, kita tidak dapat menyangkali bahwa tokoh Yesus, yaitu Mesias yang dijanjikan itu adalah tokoh yang sangat menonjol. Di dalam Kitab Taurat Musa, Dialah pribadi yang disebut akan meremukkan kepala ular (Kej. 3:15), yaitu ular yang kemudian disebut sebagai simbol iblis atau setan di dalam kitab Wahyu 20:2; di dalam kitab Mazmur, Dialah pribadi yang disebut raja Daud sebagai Tuhannya yang menderita dan mati, akan tetapi tidak akan selamanya berada di dalam maut tsb (Mzm. 16:8-11). Ayat-ayat tsb telah menjadi dasar yang kuat bagi Rasul Petrus ketika dia memberitakan di hadapan lebih dari 3000 orang tentang Yesus Kristus yang telah bangkit. Di dalam kitab nabi Yesaya, Dia lah hamba Allah yang menderita yang membuat tercengang banyak bangsa-bangsa, dan yang oleh kematianNya, hati Allah dipuaskan dan manusia berdosa beroleh penebusan dan pembenaran (Yes. 52:13-53:12). Jika kita beralih ke Perjanjian Baru, maka kita akan melihat semakin jelas bagaimana keempat penulis Injil menjadikan Yesus sebagai tokoh utama dalam tulisan-tulisan mereka. Markus misalnya dengan jelas dan tegas memulai Injil tsb dengan kalimat: “Inilah permulaan Injil TENTANG YESUS KRISTUS¨. (Markus 1:1). Dokter Lukas juga memberi tahukan bahwa apa yang dia tulis di dalam Injil Lukas, yang disebutnya sebagai bukuku yang pertama¨ adalah tentang segala sesuatu yang DIKERJAKAN DAN DIAJARKAN YESUS SAMPAI PADA HARI IA TERANGKAT (Kis.1:1-2a). Sementara itu, Injil Yohanes dengan sangat tegas dan jelas tanpa memberi sedikit peluang untuk kompromi telah menuliskan bahwa YESUS ADALAH SATU-SATUNYA JALAN KESELAMATAN di mana di luar Dia hanya ada kebinasaan (Yoh. 14:6). Kita tidak punya cukup ruang untuk menjelaskan bagaimana Yesus Kristus sedemikian dipuji dan disembah di dalam seluruh surat-surat para rasul, baik oleh Rasul Paulus, Petrus, Yohanes, dll. Tetapi ada satu pernyataan Rasul Paulus yang sangat jelas berkaitan dengan sentralitas Yesus tsb. Hal itu kita baca di dalam suratnya kepada jemaat di Kolose: Dialah yang kami beritakan apabila tiap-tiap orang kami nasehati... untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus (Kol.1:29).

Pengajaran Alkitab yang sedemikian jelas dan tegas membuat manusia pada zaman ini pun mau tidak mau harus mengambil sikap terhadap Yesus, karena Yesus tetap sebagai tokoh sentral, bukan hanya dulu di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tetapi juga hingga sekarang, bahkan pada “dunia” yang akan datang. Barangkali ada yang bertanya: “Dari mana kita mengetahui hal itu padahal kita belum tiba pada masa yang akan dating”? Sebenarnya, hal itu kita ketahui bukan karena kita telah melihat “dunia” yang akan datang, akan tetapi itulah yang ditegaskan oleh penulis kitab Wahyu, di mana dia melihat seluruh penghuni surga bersembah sujud kepadaNya. Penulis kitab Wahyu menulis tentang Dia: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya.” (Wahyu 5:13) Sesungguhnya, Alkitab menegaskan bahwa seluruh ciptaan Allah, apa pun latar belakang suku, budaya, agama dan kebangsaannya, tidak boleh bersikap netral dan acuh tak acuh kepada Tuhan Yesus. Dialah yang disebut di dalam kitab Wahyu sebagai Sang Anak Domba Allah yang telah menyerahkan nyawaNya untuk menebus mereka “dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa” (Wahyu 5:9b). Selanjutnya kita membaca bahwa atas pengorbanan Yesus yang sedemikian besar, maka seluruh umat yang percaya dari segala abad dan tempat, baik yang di bumi dan di surga menyerukan dengan segenap hatinya: Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya (Wahyu 5:9a). Menarik sekali mengamati penglihatan surgawi yang digambarkan oleh Yohanes tsb. Terlihat dengan sangat jelas bahwa hanya Yesus yang layak membuka kitab termeterai tsb. Tidak ada pribadi lain, baik yang di sorga atau yang di bumi atau yang di bawah bumi yang dapat membuka gulungan kitab itu (Wahyu 5:3).

Ada hal lain lagi yang penting dituliskan di sini. Kita mengamati suatu kenyataan yang barangkali tidak mengenakkan untuk dikemukakan, yaitu bahwa dari sejak kitab pertama, Kejadian 1 sampai dengan kitab terakhir, Wahyu, nampak dengan jelas bahwa kehadiran Mesias (Perjanjian Lama) atau Yesus (Perjanjian Baru) juga telah mengakibatkan manusia terpecah ke dalam dua kutub. Pengkutuban itu sedemikian rupa, sehingga kelihatannya kedua kelompok tsb tidak mungkin bersatu secara sungguh-sungguh, kecuali dengan jalan kompromi. Ketika Yesus hidup di dunia ini, manusia pada zaman itu, tidak bisa tidak, ditantang untuk menentukan sikap terhadap diri dan FirmanNya. Ada orang yang percaya dan menerimaNya, karena itu memperoleh hidup yang kekal (Yoh 3:16). Ada juga yang tetap tidak percaya dan menolakNya, karena itu mengalami kebinasaan kekal (Yoh.3:18; Yoh.8:24; baca juga I Kor.1:18 dan I Ptr. 2:6-7).

Jadi, sekali lagi, semua manusia harus mengambil sikap yang tegas kepada Yesus. Beragama saja tidak cukup. Mengaku pengikut Yesus pun tidak cukup. Semua umat ciptaan Allah harus secara penuh kesadaran mengevaluasi relasi hidupnya dengan Yesus. Hal itu sungguh penting, karenana hal itu berkait dengan hidup kekalnya. Artinya, sikap kepada Yesus tidak sekedar mempengaruhi kehidupan kita kini dan di sini. Beriman kepada Yesus bukan sekedar mempengaruhi kehidupan kita agar semakin layak dalam arti jasmani karena doa-doa kita terjawab, atau karena relasi kita dengan sesama seiman menjadi semakin baik yang mengakibatkan taraf kehidupan kita semakin meningkat. Orang percaya kepadaNya mengalami hal yang jauh lebih besar dari semua itu. Alkitab membicarakan konsekuensi yang bersifat kekal. HIDUP KEKAL BAGI YANG PERCAYA DAN MENERIMANYA ATAU KEBINASAAN KEKAL BAGI YANG MENOLAKNYA.

Suatu kali, Prof. Ravi Zacharia apologet Kristen yang sangat terkenal itu pernah bersaksi: "Saya dulu bukan orang Kristen, juga tidak belajar Alkitab. Saya lama menekuni ajaran agama lama saya dan mengajarkan filsafat. Tetapi di dalam anugerahNya Dia menyelamatkan saya. Saya bertobat menjadi pengikut Yesus. Apa yang saya alami? Apakah saya lebih kaya? Tidak! Apakah itu akan membuat saya lebih bermoral dan berpendidikan? Lebih dari situ. Pengalaman yang jauh lebih penting dan tak ternilai adalah karena saya berpindah dari maut kepada hidup, dari kebinasaan kekal kepada kehidupan yang kekal bersamaNya" (ICIE di Amsterdam, 10 Juli 1988). Itulah penegasan Alkitab yang diimani oleh Ravi. Itulah juga yang harus kita imani dan amini dengan segenap hati. Semoga iman dan pemahaman seperti ini membawa kita kepada sikap hormat dan penyembahan yang lebih baik kepadaNya. Dengan demikian kita senantiasa hidup dalam Dia dan hidup hanya bagi Dia.

Sumber : www.reformata. com (Tabloid Reformata bulan Juni 2005)


Oleh : Pdt. Ir. Victor Mangapul Sagala, D.Th.

Previous
Next Post »