Waktu saya masih kecil, saya selalu ingin menjadi penyanyi terkenal nantinya. Lalu saya membayangkan menjadi presiden. Lalu saat saya berusia 21 tahun, teman saya mengajak saya dan yang lain menulis daftar 25 hal yang ingin kami lakukan dalam hidup kami. Saya telah memimpikan masa depan sejak lama. Tapi anehnya, saat sekarang "masa depan" itu di sini, saya hampir tidak bisa mengingat sebagian besar hal-hal yang saya tulis dalam daftar itu. Hmmm... saya masih ingat sebagian: membeli dan mendekor ulang sebuah rumah tua, memulai bisnis saya sendiri, dan menulis buku. Yang terakhir ini masih melekat dalam diri saya, sesuatu yang sangat ingin saya lakukan. Saya tidak yakin bahwa saya mampu menulis sebuah buku, karena saya kurang tekun dan saya juga tidak tahu darimana idenya. Apa yang harus saya tulis sepanjang 200 halaman? Tapi saya tetap menyimpan keinginan itu.
Saya pikir ada banyak orang yang membuat daftar seperti itu, berisi hal-hal seperti: tour ke Eropa, menemukan sesuatu yang berguna bagi dunia, mendaki gunung-gunung tertinggi, membuka restoran, dan sebagainya. Apa impian Anda? Apakah Anda pernah berada di suatu kelas, gereja, berjalan kaki, atau saat teduh Anda dan mendapatkan pimpinanNya untuk mengejar sesuatu? Pernahkah Anda mendapatkan suatu kesan yang mengatakan pada Anda "untuk inilah aku diciptakan"?
Impian adalah motivator yang sangat kuat. Mereka mendorong kita mengambil resiko, melewati batasan-batasan, dan untuk terus mencoba ketika kita gagal. Kegagalan bukanlah bagian kecil dalam proses meraih impian. Tapi Anda harus mengijinkannya membentuk Anda. Seperti Yusuf, seorang pemimpi yang setia dari Perjanjian Lama, saya mempunyai banyak hal yang harus saya pelajari sebelum satupun dari mimpi-mimpi saya mulai menjadi nyata:
"Dengarkan mimpi saya," kata Yusuf kepada saudara-saudaranya dan menceritakan mimpinya yang mengatakan bahwa suatu hari nanti dia akan memimpin mereka semua. Dapat ditebak, mereka tidak senang dengan mimpinya, mereka mencoba membunuhnya. Hanya dalam kesempatan yang tiba-tiba akhirnya dia dijual sebagai budak. Yusuf akhirnya melayani di rumah Potifar. Saat Anda sudah mengetahui akhir ceritanya, sangat mudah untuk melewatkan bagian ini:
Yusuf adalah anak favorit dari Yakub yang kaya raya. Dia pasti sudah mendengar Yakub bercerita tentang Tuhan yang pernah berkata bahwa keluarga mereka akan menjadi suatu bangsa yang besar. Saya membayangkan Yakub berkata dengan bangga kepada Yusuf, "Anak kesayanganku, kamu akan menjadi bapa dari bangsa yang besar ini." Dan sekarang Yusuf dalam tawanan, jauh dari ayah yang sangat menyayanginya, dipaksa untuk bekerja di daerah asing. Dia punya hak dan banyak kesempatan untuk menjadi marah, kepahitan dan mendendam. Dia tidak tahu apakah dia akan bisa keluar dari rumah Potifar. Dia mungkin mengira dirinya tidak akan bisa betemu lagi dengan teman-teman atau keluarganya lagi. Sejauh pemikirannya, hidupnya yang lalu itu sudah berakhir, namun dia tetap setia (Kejadian 39:2-23).
Tentu saja, menjadi seorang tahanan bukanlah impian Yusuf, tapi adalah sebuah tugas dimana Yusuf belajar untuk setia. Sementara berada di penjara, Yusuf mengartikan mimpi juru minuman, mengatakan bahwa dia akan dibebaskan dan dikembalikan pangkatnya. Juru minuman itu berjanji akan mengingat Yusuf, tapi dia tidak menepati janjinya. Itu bisa saja terjadi, Anda bisa saja tetap setia dan masih mempunyai teman atau rekan kerja yang gagal melakukan bagian mereka. 2 tahun berlalu sementara Yusuf masih setia melayani di penjara. Tidak lama setelah itu, Firaun bermimpi dan tidak ada seorangpun bisa mengartikannya, dan juru minuman itu baru mengingat Yusuf. Tuhan memberikan arti mimpi itu pada Yusuf dan karena itu Firaun mengangkat dia menjadi orang kedua di kerajaannya. Ini adalah pemutarbalikan posisi yang hampir tidak bisa dipercaya untuk seseorang yang pernah berada di penjara. Tapi ini juga bukan impian Yusuf. Meskipun dia telah mempunyai jabatan tinggi, kekayaan, dan kehormatan, itu bukanlah rencana terakhir Tuhan.
Ini adalah kunci yang perlu diingat karena jabatan, kekayaan, dan kehormatan dapat menjadi gangguan besar selagi kita sedang mengikuti impian yang sudah Tuhan berikan. Ingatlah bahwa tanpa ujian karakter yang dihadapinya setiap hari, dan yang berhasil dilaluinya dengan respon yang benar, Yusuf mungkin tidak akan banyak berguna bagi Firaun, bagi bangsa Israel, maupun bagi Mesias masa mendatang.
Setialah dalam Hal-hal Kecil
Anda sedang berada di mana dalam proses mencapai impian Anda? Akan jauh lebih baik kalau saja kita bisa mengetahui bahwa saat-saat pengalaman penolakan yang menyakitkan ini, kegagalan yang memalukan itu, tugas yang membosankan dan tidak ada akhirnya, dan prestasi yang tidak diakui itu adalah bagian-bagian dari rencana besar Tuhan. Tapi kita tidak bisa. Pada saat hal-hal itu terjadi, itu sama sekali tidak terasa sebagai persiapan untuk sesuatu yang besar. Itu hanya terasa kejam. Yang bisa kita lakukan adalah menngikuti teladan Yusuf: tetap bermimpi dan tetap setia dalam hal-hal kecil.
Dalam perumpamaan tentang talenta, Yesus memuji orang yang menerima 2 talenta dan juga orang yang menerima 5 talenta. Keduanya sama-sama berusaha untuk melipatgandakan apa yang telah diberikan kepada mereka, dan tentang mereka tuan mereka berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu."
Kesetiaan hari ini dalam apapun yang harus Anda kerjakan adalah bagian dari proses yang Tuhan ingin Anda jalani. Apa yang Anda lakukan dengan tanggung jawab yang kecil akan mempengaruhi berapa banyak lagi tanggung jawab yang akan Anda terima. Ini berlaku untuk segala hal yang menjadi tanggung jawab Anda sekarang. Jika Anda melakukan setiap tanggung jawab dengan setia memenuhi kebutuhan dan bekerja seolah-olah untuk Tuhan sendiri, Dia akan setia menuntun Anda kepada langkah berikutnya untuk mewujudkan impian yang telah Dia letakkan dalam diri Anda.
Ada saat-saat dimana dulu saya masih belajar bagaimana menulis secara profesional, penolakan-penolakan dari penerbit kadang membuat saya menjauh dari keyboard komputer tanpa berpikir untuk kembali. Menulis itu kerja keras. Mendengar bahwa apa yang Anda tulis tidak cukup bagus itu menyakitkan. Dalam masa-masa itu saya harus memutuskan: menyerah untuk mengejar sesuatu yang lebih mudah atau terus maju. Tapi setiap kali saya kembali ke komputer saya, menekan tombol delete, dan memulai kembali, hasilnya lebih baik dari sebelumnya. Kerja keras dan ketekunan itu layak dilakukan... Impian saya dulu untuk menulis buku? Akhirnya itu tercapai, 16 tahun kemudian... Setialah dalam hal-hal kecil dan hal-hal besar akan mengikuti!
Sumber : jawaban.com
EmoticonEmoticon