Mazmur 13
Seorang hamba Tuhan pernah berpesan agar jangan pernah mengandalkan perasaan karena perasaan berubah-ubah sesuai situasi. Sebaliknya, kita harus berpegang teguh dalam iman kepada fakta bahwa Tuhan penuh kasih dan setia. Namun tidak dapat disangkal bahwa perasaan seringkali begitu mendominasi sebagian anak Tuhan sehingga fakta-fakta iman kabur bahkan menghilang.
Itulah yang dialami pemazmur. Perasaan kuat yang mendominasi dirinya adalah Tuhan melupakan dan mengabaikan dirinya sama sekali. Sampai empat kali ia berseru kepada Tuhan, "Berapa lama lagi?" (ayat 2-3). Tuhan seakan membisu, tidak peduli dan masa bodoh kepadanya. Perasaan-perasaan yang bukan sesaat atau sementara, tetapi yang terus-menerus dirasakannya secara manusiawi membawanya pada depresi dan bahaya kehilangan iman. Kata "goyah" yang dipakai di ayat 5 kurang kuat untuk menggambarkan goncangan bak gempa bumi atau tsunami yang membongkar hancurkan segala sesuatu sampai ke dasarnya. Perasaan tertekan itu makin kuat ditambah cemoohan para musuh dan sorak-sorai para lawan yang melihat si pemazmur tanpa daya dan sedikit lagi hancur (ayat 3b, 5).
Namun justru dalam kegoncangan dahsyat seperti itu, iman pemazmur bangkit. Bukankah seruan "putus asa" yang ditujukan kepada Tuhan merupakan tanda iman yang pantang menyerah apalagi mati (ayat 4)? Kepastian iman bukan lahir dari kekuatan mental ataupun berpikir positif, melainkan anugerah dari Tuhan sendiri yang kasih setia-Nya tidak pernah berakhir dalam menjawab umat-Nya (ayat 6).
Saat putus asa melanda hidup Anda karena merasa Tuhan tidak kunjung menjawab, saat itulah Anda perlu berseru seperti pemazmur. Ingat segala kebaikan Tuhan pada masa lampau. Tolaklah segala hasutan Iblis bahwa Tuhan sudah melupakan Anda. Lawanlah godaan untuk berpaling pada alternatif lain. Yakinlah bahwa Tuhan akan membuat Anda bersorak karena penyelamatan-Nya berlanjut!
Seorang hamba Tuhan pernah berpesan agar jangan pernah mengandalkan perasaan karena perasaan berubah-ubah sesuai situasi. Sebaliknya, kita harus berpegang teguh dalam iman kepada fakta bahwa Tuhan penuh kasih dan setia. Namun tidak dapat disangkal bahwa perasaan seringkali begitu mendominasi sebagian anak Tuhan sehingga fakta-fakta iman kabur bahkan menghilang.
Itulah yang dialami pemazmur. Perasaan kuat yang mendominasi dirinya adalah Tuhan melupakan dan mengabaikan dirinya sama sekali. Sampai empat kali ia berseru kepada Tuhan, "Berapa lama lagi?" (ayat 2-3). Tuhan seakan membisu, tidak peduli dan masa bodoh kepadanya. Perasaan-perasaan yang bukan sesaat atau sementara, tetapi yang terus-menerus dirasakannya secara manusiawi membawanya pada depresi dan bahaya kehilangan iman. Kata "goyah" yang dipakai di ayat 5 kurang kuat untuk menggambarkan goncangan bak gempa bumi atau tsunami yang membongkar hancurkan segala sesuatu sampai ke dasarnya. Perasaan tertekan itu makin kuat ditambah cemoohan para musuh dan sorak-sorai para lawan yang melihat si pemazmur tanpa daya dan sedikit lagi hancur (ayat 3b, 5).
Namun justru dalam kegoncangan dahsyat seperti itu, iman pemazmur bangkit. Bukankah seruan "putus asa" yang ditujukan kepada Tuhan merupakan tanda iman yang pantang menyerah apalagi mati (ayat 4)? Kepastian iman bukan lahir dari kekuatan mental ataupun berpikir positif, melainkan anugerah dari Tuhan sendiri yang kasih setia-Nya tidak pernah berakhir dalam menjawab umat-Nya (ayat 6).
Saat putus asa melanda hidup Anda karena merasa Tuhan tidak kunjung menjawab, saat itulah Anda perlu berseru seperti pemazmur. Ingat segala kebaikan Tuhan pada masa lampau. Tolaklah segala hasutan Iblis bahwa Tuhan sudah melupakan Anda. Lawanlah godaan untuk berpaling pada alternatif lain. Yakinlah bahwa Tuhan akan membuat Anda bersorak karena penyelamatan-Nya berlanjut!
EmoticonEmoticon