Pemulihan Hati Bapa

Saat ini gelombang pemulihan hati Bapa sedang melanda gereja-gereja di GBI. Dalam suatu Retreat Pemulihan, banyak kesaksian menunjukkan betapa banyak orang yang mengalami gambar dirinya rusak, tidak mengenal figur bapak yang benar, mengalami luka-luka batin yang akibatnya mendatangkan keterikatan akan kuasa kegelapan. Yang mengerikan, adalah masalah dalam gambar diri yang rusak, tidak mengenal hati Bapa, luka batin dan keterikatan pada kuasa kegelapan itu menghasilkan “trans-generational curses” (kutukan dari generasi ke generasi).

Seorang wanita yang dibesarkan dalam keluarga yang cerai-berai, artinya ayahnya kawin lagi, lalu bercerai, lalu kawin lagi dan ibunya juga kawin lagi, bercerai lagi, mengaku benci sekali dengan ayahnya. Ia bertekad akan menikah dengan pria yang tidak seperti ayahnya. Namun apa yang terjadi, suaminya ternyata selingkuh. Ada trans-generational curse, kutukan antar generasi. Apa yang ia khawatirkan, ternyata menjadi kenyataan. Untunglah wanita ini mengikuti Retreat Pemulihan. Ia tidak malu bersaksi, karena dengan bersaksi ia mempermalukan iblis dan menyatakan bahwa ia tidak lagi di bawah kuasa dan kutuk iblis. Wahyu 12:11-12 menyatakan : "Sekarang telah tiba keselamatan dan kuasa dan pemerintahan Allah kita, dan kekuasaan Dia yang diurapi-Nya, karena telah dilemparkan ke bawah pendakwa saudara-saudara kita, yang mendakwa mereka siang dan malam di hadapan Allah kita. Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” Kuasa iblis dikalahkan oleh darah Tuhan Yesus dan oleh perkataan kesaksian kita.

Pada sesi Luka-Luka Batin, seorang gembala dengan penuh kerendahan-hati mengakui bahwa dirinya adalah seorang anak yang tidak mengenal kasih Bapa, karena sejak kecil beliau ditinggalkan ayahnya. Beliau dulu sering mempertanyakan, mengapa ayahnya yang seorang pendeta dipanggil pulang Tuhan begitu cepat. Ada kepahitan dan luka-luka batin karena beliau tidak terima. Karena beliau kurang mendapatkan kasih Bapa, maka setelah menikah beliau sibuk dalam pekerjaan, mengejar karier. Dan memang dalam kariernya berhasil, namun keluarganya tidak mendapatkan kasih yang memadai. Sebagai orang yang kurang kasih Bapa, beliau tidak dapat mengekspresikan kasih kepada isteri dan anak-anaknya.

Isteri gembala ini juga dengan kerendahan hati bersaksi, betapa sejak kecil ia merasa diperlakukan tidak adil. Ia dibesarkan dalam keluarga yang otoriter. Mereka berusaha di bidang katering. Diantara saudara-saudaranya, ia ditugaskan di bagian yang paling berat: mengumpulkan piring dan gelas yang baru dipakai dalam suatu resepsi pernikahan dan mencucinya dengan cepat karena akan dipakai dalam resepsi berikutnya. Ia ingat, pada waktu itu resepsi pernikahan di tahun 80-an, para undangan duduk di kursi, ia harus mengambil piring dan gelas dari kolong kursi. Kakak-kakak perempuannya bertugas di bagian yang lebih ringan: mengatur makanan atau mengisi kembali makanan yang kurang. Apalagi jika mengingat kakaknya yang kuliah di Bandung, ia merasa iri. Setiap ke Bandung menjenguk kakaknya, orang tuanya selalu membawa oleh-oleh kesukaan kakaknya (cokelat Silver Queen dan lain-lain), namun ia yang tinggal bersama orang tuanya tidak mendapatkan hal-hal itu.

Ketika ia dewasa, ia bertekad mendapatkan suami yang kebapakan. Namun ternyata suaminya, sang gembala, sangat sibuk di kantor. Apa yang ia harapkan ternyata tidak terkabul. Perlu diketahui, suaminya adalah seorang profesional yang bekerja di group perusahaan besar, namun merangkap menjadi gembala di suatu gereja.

Dalam membesarkan anak-anak, ia sangat keras mendidik mereka. Ia ingin berhasil sebagai ibu. Ia memaksa anak-anaknya belajar dengan keras. Ia sering mengata-ngatai anaknya: “Bodoh”, “Lamban” ketika anaknya cuma mendapat angka delapan. Padahal IQ anaknya 137, tergolong pandai. Hal ini membuat kepahitan pada anaknya.

Untunglah suami isteri ini, gembala dan isterinya tersebut di atas, sekarang telah mengalami kasih Bapa. Ia tidak malu menyaksikan kisah mereka, karena mereka bertekad mempermalukan iblis dengan kesaksian ini. Dan yang penting, trans-generational curse tidak akan melanda anak-cucunya. Mereka sudah dipulihkan gambar diri mereka, mereka menerima kasih Bapa, mereka sudah menerima kesembuhan luka batin.

Ada lagi peserta retreat yang bersaksi bahwa pada saat itu Tuhan tunjukkan hatinya. Luka batin yang tidak diselesaikan sesuai firman Tuhan akan membuat luka itu dipenuhi dengan “belatung”. Luka itu tambah lebar. Selama ini luka itu “ditambal” dengan upaya manusia, dengan kompensasi. Kompensasi atau tambalan itu bisa berupa : rendah diri, sombong (merasa hebat untuk menutupi luka hati), menarik diri, curiga kepada orang lain, takut disakiti orang lagi, benci kepada laki-laki (sehingga sampai saat ini kesulitan mendapatkan pasangan hidup). Luka yang dibiarkan menganga atau ditambal, akan mengundang kuasa kegelapan untuk masuk. Bentuk keterikatan itu tidak selalu berupa kerasukan. Ada orang-orang yang dikuasai amarah yang membabi buta, ada yang dikuasai perasaan iri hati yang ekstrim, ada yang dikuasai roh percabulan, ada yang dikuasai dengan roh cinta uang, dan lain-lain. Itu adalah bentuk keterikatan pada roh jahat, disamping bentuk kerasukan dan manifestasi lainnya.

Pada retreat itu juga banyak remaja yang dipulihkan. Mereka yang diperlakukan tidak adil oleh orang tua, dicuekkin, dikasari, menghadapi percekcokan antara papa dan mama, dipaksa berprestasi di sekolah. Akibatnya ada anak yang sampai mau bunuh diri. Namun mereka akhirnya dilawat kasih Bapa dan disembuhkan luka-luka hati mereka sehingga mereka mau mengampuni dan memohon ampun kepada ayah ibu mereka.

Dalam sesi Pemulihan Hati Bapa, Pdt. Rubin Ong menceritakan bahwa iblis merusak figur bapa-bapa di bumi ini, sehingga mereka otoriter dan sadis, sehingga mereka cuek dan tidak berkomunikasi dengan anak-isterinya, sehingga mereka membeda-bedakan di antara anak-anak. Seorang hamba Tuhan dari Papua, Nathanael, begitu menderita semasa kecilnya. Kalau ia salah, ayahnya yang bertubuh besar akan menendang, memukulinya dan mencambuk dengan kopel rim (ikat pinggang militer), sampai anak itu merangkak kesakitan. Kalau anak ini disiksa, ia akan menderita kesakitan selama tiga bulan. Ia begitu benci kepada ayahnya sehingga ia bertekad membunuh ayahnya. Namun ketika ia mendapatkan pemulihan hati Bapa, ia mengampuni ayahnya.

Suatu kali Bryan Duncan berlibur bersama-sama isteri dan anak-anaknya. Ketika ia menulis lagu-lagu kristiani ia tiba-tiba menangis. Isterinya yang melihat hal itu diam saja, namun setelah suaminya reda, isterinya bertanya : “Ada apa?” Bryan Duncan yang teman dekat Michael W. Smith, penyanyi lagu rohani, mendapatkan pesan Tuhan yang sangat menyentuh. Ia melihat anak-anak mereka berlari kian kemari, bermain-main dengan penuh keriangan, hidup mereka penuh keceriaan. Mengapa? “Karena anak-anak itu tahu bahwa mereka dilindungi, dipelihara, didukung oleh ayah mereka. Ketika mereka merasa aman, merasa di-support, didukung, hidup mereka indah dan penuh sukacita.” Begitulah kasih Bapa melingkupi, melindungi, mendukung, menjadi sumber kehidupan. Itulah yang membuat kita sebagai anak-anak-Nya dapat hidup dengan penuh sukacita. Ilham itu dituliskan Bryan Duncan dalam lagu yang berjudul “Child Love”. Kasih yang dialami oleh anak-anak karena mereka aman dalam pelukan Bapa.

Orang-orang yang mengalami kasih Bapa adalah orang-orang yang terhubung dengan “Sumber” (sumber kehidupan, sumber sukacita, sumber damai sejahtera, sumber kasih, sumber berkat, sumber kesembuhan, sumber keselamatan dll). Oleh karena itu orang yang mengalami kasih Bapa adalah orang yang merasa aman, secured, gambar dirinya tidak bergantung pada apa kata orang. Ia tidak takut gambar dirinya rusak karena dikritik orang lain atau difitnah orang. Ia merasa aman dan secured karena ia memiliki Bapa, ia hidup intim dengan Bapa, ia mengenal Bapa.

Filipus yang mewakili seluruh dunia ini pernah berseru kepada Tuhan Yesus, "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Seluruh dunia membutuhkan Bapa. Seluruh dunia selalu merasa kurang, tidak cukup, ketika mereka belum mengenal Bapa. Seluruh dunia butuh di-bapa-i. Selama orang tidak mengenal Bapa, hidup mereka tidak akan cukup.
Previous
Next Post »