Burung Pipit

Hawa udara di Manhattan cukup dingin namun di dalam kedai kopi Starbucks yang terletak dekat Broadway hawanya hangat. Cuaca di akhir November di kota New-York masih dibilang belum terlalu dingin kalau dibandingkan dengan cuaca di akhir Desember atau Januari. Walaupun demikian, inilah cukup untuk mendorong banyak orang masuk ke dalam kedai kopi yang hangat itu.

Untuk seorang musikus, menurut orang, Starbucks ini mempunyai lokasi yang paling menguntungkan di seluruh dunia. Uang yang dapat dikumpulan oleh para pengamen dapat mencapai jumlah yang amat banyak, asalkan Anda dapat menunjukkan kebolehan bermain musik dengan baik.

Kami pada saat itu sedang menyanyikan lagu-lagu pop dari tahun 40 sampai 90-an. Di tengah-tengah permainan dan nyanyian “If You Don’t Know Me by Now” aku mengamati seorang wanita yang sedang duduk di kursi sofa dekat aku berada mengikuti irama dengan gerakan tubuhnya dan menyanyi bersama kami. Setelah lagunya selesai, dia menghampiri aku. Ia mengatakan, “Aku meminta maaf bahwa aku telah ikut menyanyi. Aku harap aku tidak mengganggumu”.

“Tidak,” jawabku. “Kami selalu senang bila hadirin ikut menyanyi. Apakah Anda selanjutnya mau menyanyi lagi dengan kami?” Aku senang ketika ia menerima undangan kami. “Anda memilih,” kataku. “Anda mau memilih bernyanyi apa?”
Ia menjawab: “Apa…apa Anda mengetahui lagu puji-pujian?”

Lagu puji-pujian? Wanita ini tidak tahu dengan siapa ia sedang berhadapan. Sejak kecil aku sudah mengenal lagu puji-pujian. Bahkan sebelum aku dilahirkan, aku sudah pergi ke gereja. Kemudian aku memandang tamu kami tersebut dengan suatu pandangan yang beda. ”Sebutkanlah lagunya,” kataku. “Aku tak tahu. Ada begitu banyak yang bagus. Anda saja yang memilih”, kata wanita itu.

“Baiklah,” jawabku. “Bagaimana dengan ’His Eye is on the Sparrow’?” Teman wanitaku tiba-tiba terdiam serta memalingkan mukanya. Kemudian ia mengarahkan mukanya kepada aku lagi dan berkata, ”Ya, marilah kita nyanyikan lagu itu.”

Ia meletakkan dompetnya, mengencangkan jaketnya dan memandang ke tengah-tengah kedai itu dan mulai menyanyi,” Why should I be discouraged? Why should the shadows come?

Semua tamu dalam kedai itu seakan-akan terpaku. Bahkan suara dari mesin cappuccino berhenti dan semua pelayan berhenti melayani. Lagu itu berakhir dengan ”I sing because I am happy. I sing because I am free For His eye is on the sparrow, and I know He watches me.

Ketika kalimat terakhir selesai dinyanyikan, suara tepuk tangan tambah lama tambah gemuruh dan menderu, seakan-akan mengalahkan suara penonton di Carnegie Hall yang penuh.. Dengan rasa malu, wanita itu mencoba berseru untuk mengatasi gemuruh tepuk tangan itu, “O, kembalilah lagi ke kopimu! Aku datang di sini tidak untuk mengadakan konser, melainkan ingin minum kopi seperti kalian!”

Namun sambutan terus berlanjut. Aku merangkul kawanku yang baru. “Itu bagus sekali!”

“Nah, lucu bahwa Anda justru memilih pujian yang satu itu, “ katanya.

“Mengapa?” tanyaku.

“Ah…”, ia berkata dengan ragu-ragu, ”itulah lagu kesayangan puteriku.”

“Benar?!” seruku.

“Ya!”, kata wanita itu, lalu memegang kedua tanganku. Pada saat itu, tepuk tangan sudah menjadi kurang dan semua orang berbalik lagi menikmati kopinya seperti biasa.

“Ia baru 16 tahun. Ia meninggal dunia minggu yang lalu.”

Aku mengatakan sesuatu untuk memecah keheningan, ”Anda baik-baik saja?”

Ia tersenyum dan melalui matanya basah, ia memegang erat kedua tanganku, “Aku baik-baik saja. Aku akan tetap percaya kepada Tuhan dan menyanyikan puji-pujian-Nya, dan segala sesuatu akan baik-baik saja” Ia mengambil tasnya, memberiku kartu namanya dan pergi keluar dari kedai itu.

Apakah merupakan sesuatu yang kebetulan bahwa aku menyanyi di kedai kopi itu dan pada malam bulan November itu? Apakah suatu kebetulan bahwa wanita itu masuk ke dalam kedai kopi tersebut? Kebetulan bahwa dari semua lagu-lagu, aku justru memilih lagu yang menjadi kesenangan dari anaknya yang baru meninggal minggu yang lalu? Aku tidak dapat percaya!

Tuhan telah merencanakan pertemuan sepanjang sejarah manusia dari sejak semula. Dan karena itu tidak terlalu sukar untuk membayangkan hal itupun terjadi di kedai kopi di pusat Manhattan dengan mengubah suatu perhimpunan biasa menjadi suatu kebangunan rohani. Aku kira, itu merupakan suatu peringatan, bila kita tetap percaya kepadaNya dan menyanyikan puji-pujianNya, segala sesuatu akan tetap OK!

Previous
Next Post »