James Glaymor, seorang misionaris di Mongolia, pada satu saat diminta untuk menangani beberapa prajurit yang terluka. Meskipun ia bukan seorang dokter, ia memiliki cukup pengetahuan medis dasar, sehingga ia tidak dapat menolak permohonan itu. Ia membalut luka-luka dari dua orang, namun orang yang ketika menderita patah tulang pinggul yang parah, Misionaris itu tidak tahu apa yang ia harus lakukan terhadap luka yang demikian itu.
Dengan berlutut di samping orang itu, ia berdoa memohon pertolongan kepada Tuhan. Ia tidak tahu, bagaimana Tuhan akan menjawab doanya itu, namun ia yakin bahwa Tuhan akan memenuhi kebutuhannya. Ia tidak bisa menemukan buku-buku tentang phisiologi di rumah sakit yang sahaja itu dan tidak ada seorang dokter yang datang untuk membantunya. Keadaannya lebih parah lagi dengan kehadiran serombongan pengemis yang tiba untuk meminta sedekah. Ia sangat prihatin terhadap pasien itu, sedangkan hatinya pun disentuh oleh kehadiran orang-orang itu. Dengan terburu-buru ia memberikan kepada mereka hadiah-hadiah kecil ditambah dengan beberapa ucapan ramah untuk menghibur mereka.
Sesaat kemudian dengan rasa tak percaya ia memandang kepada seorang pengemis yang agak ditinggalkan oleh kawan-kawannya. Orang sial itu yang sedang kelaparan tidak lebih dari pada sebuah kerangka hidup dibungkus kulit.
Misionaris itu sesaat sadar, bahwa Tuhan telah mengirim kepadanya sebuah pelajaran anatomi hidup! Ia bertanya kepada orang tua itu apakah ia diperkenankan untuk memeriksanya. Setelah ia dengan hati-hati mengikuti bentuk tulang paha dengan jari-jarinya untuk belajar bagaimana menangani patah tulang itu.
Beberapa tahun kemudian, Gilmour seringkali mengisahkan bagaimana Tuhan telah menjawab yang aneh namun sunguh efisien dan praktis doa-doanya yang tulus itu.
Bila kita mengajukan permohonan kita, kitapun mendapat kepastian bahwa Tuhan akan menolong kita – sekalipun jawaban-Nya kadang-kadang melalui mereka yang “tidak punya kekuatan”
“Our Daily Bread”
EmoticonEmoticon