Jon

Selasa siang itu Jon mengajakku untuk ‘ngopi' di kedai kopi yang biasa kami datangi. Jon baru bangun tidurnya kayaknya, karena pekerjaan Jon sebagai pembersih kantor (janitor) yang dilakukan pada malam hari. Maka pagi harinya dia harus tidur. Baru siang ini dia sempat bertemu denganku. Aku mengenal Jon sekitar setahun yang lalu. Jon berasal dari Filipina, maka dia dapat bergaul denganku. Mungkin kebiasaan atau kebudayaan kami masih mirip dari Asia Tenggara.

Kamipun ngobrol ‘ngalor ngidul' sambil tidak lupa menyeruput kopi kami. Aku mengenal Jon di gereja. Meski Jon tidak melayani tetapi dia sering datang ke gereja hampir setiap Minggu. Dia datang bersama dengan istri dan anaknya. Jon rupanya seseorang yang bukan pandai bergaul. Tetapi sebagai entah bagaimana kami berdua bisa ‘cocok'. Kami tidak merasa kaku untuk bercakap-cakap. Dan kebetulan kami juga suka minum kopi. Kadang jika pada bulan tua, Jon tidak mempunyai uang untuk jajan, aku membelikan dia segelas kopi. Dan kamipun ngobrol sambil ‘ngopi'.

Sejak Selasa siang pertemuanku di kedai kopi itu, sampai dua minggu ini aku belum bertemu lagi dengan Jon. Pada hari Minggu dia juga tak tampak di gereja. Aku bertanya kepada diaken gereja. Mereka tidak tahu akan kabar tentang Jon, tetapi mereka akan mengunjungi Jon dalam minggu ini.

Keesokkan hari, sebelum berangkat pergi bekerja aku membeli surat kabar pagi. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah foto kecil di halaman depan sebelah kiri surat kabar. Itu adalah foto Jon. Bibirku terasa panas tersengat oleh kopi yang kuminum. Jon masuk surat kabar. Jon mendapatkan hadiah undian 5 juta dollar. Aku tidak memperhatikan berita utama, tetapi aku cepat membaca kisah Jon yang memenangkan undian. Wah, 5 juta dollar bukan jumlah yang sedikit, pikirku. Aku pun turut senang kalau Jon mendapat uang 5 juta dollar. Tapi mengapa harus lewat undian, tanya dalam hatiku.

Apakah Jon yang kukenal di gereja itu seorang Kristen? Karena kukira orang Kristen tidak boleh membeli undian atau lotre. Pikiranku melayang, wah, bagaimana ya rasanya kalau aku memenangkan hadiah 5 juta dollar. Apa yang akan aku perbuat ? Kadang aku berpikir betapa enaknya mengantongi uang sebanyak itu dan setelah itu aku tidak perlu bekerja keras lagi. Aku mendepositokan uang itu dan makan bunganya. Aku hanya bekerja melayani Tuhan. Aahh ... pikiranku mulai berkhayal tidak keruan.

Seminggu kemudian aku bertemu dengan Jon kembali dengan tidak sengaja. Karena kami sekeluarga diundang menghadiri ulang tahun dari teman sekolah putriku. Pertemuanku yang tak sengaja itu membuatku gembira melihat Jon. Dan penampilan Jon tampak beda sekali. Dia memakai jas hitam yang keren serasi dengan sepatu pestanya, rambutnya yang mengkilat disisir dengan rapi, tampak kalung emas mengalungi lehernya, cincin emas terpasang di jari tangan kanannya.

Aku takkan mengenali Jon kalau kami bertemu di jalan. Dia sungguh beda. Aku merasa senang melihat penampilannya. Berbeda sekali ketika kami berdua sering minum kopi. Jon hanya mengenakan kaos oblong yang sederhana, sepatu olahraga dan topi hitamnya.

Jon melihat ke arahku. Aku pun menyapanya. Ke mana saja selama ini, aku bertanya. Dia tertawa lebar. Dan menjabat tanganku dengan percaya diri. Ternyata dia ke Disneyland bersama keluarganya selama 12 hari. Lihat nggak fotonya di surat kabar kemarin, tanyanya. Oh ya tentu dong. Aku pun mengucapkan selamat padanya. Dia hanya beruntung (lucky) katanya. Setelah itu dia berbicara dengan seorang pengusaha kayu di ujung ruangan. Aku hanya melihat, Jon memang tidak luput dari gejala kejiwaan OKM (Orang Kaya Mendadak). Dia menjadi bintang besar hari itu.

Beberapa bulan telah berlalu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Jon di gereja. Hari-hariku yang biasa ‘ngopi dan ngobrol' bersama Jon. Sekarang kuisi dengan ‘ngopi dan membaca buku' di kedai kopi yang sama pula. Jon tidak pernah datang lagi untuk ‘ngopi'. Dia mungkin sedang terbang berkeliling dunia. Sibuk membuat daftar beli. Aku dengar dia berencana membeli rumah mewah dengan enam kamar. Membeli mobil baru untuk dirinya sendiri dan istrinya. Membeli vila mewah untuk berlibur. Jon ingin membeli ini ... membeli itu .... Entah dimana sekarang Jon berada.

Hmmm ... terasa nikmat kopi yang baru kuhirup. Selintas aku memikirkan peristiwa Jon temanku itu. Bukankah aku kadang berdoa kepada Tuhan, betapa indahnya hidupku jika aku menyimpan sejumlah uang yang cukup banyak di bank. Aku tidak perlu kuatir lagi kalau suatu hari aku nanti dipecat dari pekerjaanku. Aku dapat memberi uang belanja yang lebih pada istriku dan mengajaknya berbelanja di pusat perbelanjaan yang mewah. Aku dapat membelikan mainan kepada anakku setiap waktu. Aku tidak perlu harus bangun tidur jam enam pagi setiap hari untuk berangkat kerja.

Apakah hidupku yang demikian akan membahagiakan diriku? Aku akan merasa senang? Istriku akan bahagia? Keluargaku akan harmonis? Apakah hal itu saja yang kucari dalam hidup ini? Uang atau harta yang akan memuaskan hatiku? Sering kudengar, seberapa banyak uangmu atau hartamu yang kau peroleh, hal itu tidak akan pernah memuaskan hatimu.

Aku teringat dengan ayat Alkitab yang mengatakan, celakalah kamu, hai kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh pernghiburan. Lukas 6:24. Apakah salah kalau aku kaya? Bukankah kalau aku kaya aku dapat melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang ?

Tapi aku juga teringat dengan cerita Alkitab anak muda yang kaya, yang pada akhirnya Tuhan Yesus berkata, "sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalama Kerajaan Surga." Ah... aku teringat peristiwa Jon. Memang benar, jika aku berada di posisi Jon, apakah aku masih dapat mengasihi Tuhan lebih dari mengasihi uangku ? Bukankah Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya mengenai ornag muda yang kaya itu karena, orang muda itu tidak dapat meninggalkan uangnya. Hatinya telah direbut oleh uangnya, oleh keindahan material dunia yang dibeli dengan uangnya. Sehingga dia lebih mengasihi uangnya daripada Tuhan.

Kadang aku juga curiga, apakah aku berpikir demikian karena mungkin aku mempunyai perasaan iri hati kepada Jon ? Ah, tidak. Aku hanya membayangkan kalau diriku sekaya Jon sekarang ini. Apakah aku masih mengasihi Tuhan? Apakah aku dapat menggunakan uang itu untuk pekerjaan Tuhan, atau itu hanya lamunanku. Karena seringkali manusia berjanji, ‘aku ingin melayani Tuhan, aku ingin membiayai pekerjaan Tuhan dengan uangku', tetapi pada waktunya ketika uang ada ditangan, manusia mempunyai seribu satu alasan untuk tidak menepati janjinya.

Bisa jadi bukan? Jika Tuhan tidak memberikan berkatNya (uang) padaku, karena Dia tahu aku bakal lemah, melupakan Tuhan, meninggalkan Tuhan, ketika aku menerima berkat itu. Bukankah lebih baik aku dalam keadaan seperti ini yang tidak kekurangan maupun tidak berkelebihan tetapi aku masih mengasihi Tuhan dengan tulus. Keadaanku yang senantiasa membuatku tersadar akan berkat Tuhan yang berlimpah dalam hidupku setiap hari.

Aku hanya kehilangan Jon. Kehilangan waktu kami mengobrol. Kehilangan rasa persahabatan kami. Entah kapan aku dapat bertemu dengan Jon kembali. Semoga Jon masih tetap mengutamakan Tuhan dalam hidupnya yang telah berubah itu.

Previous
Next Post »