Kasih Terjadi dalam Sekejab Mata

Walaupun hari masih pagi, segala sesuatu kelihatannya sudah serba salah.

Keadaannya semakin lama semakin parah ketika aku menjatuhkan sepotong jeruk di atas lantai. Gelas dan air jeruknya yang lengket tumpah sampai ke sudut terjauh dari dapur, mengotori almari-almari dan isinya.

Dengan hati yang masgul, aku memandang segala sesuatu yang serba berantakan itu dan akhirnya aku melemparkan diri di atas kursi sambil menangis karena perasaan kesal bahwa “hari ini benar-benar bukanlah hariku”.

Namun, terlepas hari baik atau tidak, aku harus pergi belanja. Dengan dihinggapi rasa khawatir dan perasaan mental negative, aku masuk mobil untuk pergi ke pusat kota. Dalam waktu beberapa menit yang kuperlukan untuk ke bank, aku telah mengambil suatu keputusan. Aku tidak mau agar orang lain menjadi korban dari hariku yang buruk ini. Sebaliknya aku ingin tetap sopan dan ramah. Dan akupun tidak mau MEMBALAS DENDAM ketika pengemudi yang ceroboh itu yang berada di depanku yang tiba-tiba berhenti sehingga menyebabkan aku harus menginjak rem mobilku dengan mendadak sehingga isi dari botol minumku tumpah mengotori mobilku.

Selagi aku antri menanti giliranku untuk dilayani, aku sedang berbicara dengan diriku sendiri. Sebenarnya, aku sedang menyalahkan diriku sendiri. Semua kejadian di pagi hari ini yang serba salah dan berakumulasi menjadi hari yang buruk bagiku, adalah hal-hal yang kecil, tidak penting dan sepele. Aku bertindak berlebihan. Aku menuruti perasaanku dan kasihan terhadap diri sendiri. Aku ingat akan ratusan, bahkan ribuan jiwa yang telah menjadi korban dari kekejaman para teroris, perang di Irak dan tsunami.

Untuk kedua kalinya di hari itu aku mengeluarkan air mata ketika aku merasa betapa aku sebenarnya merasa terputus hubungannya dengan mereka yang berusaha untuk mengatasi akan penderitaan mereka dalam hidup ini. Mereka rasanya berada begitu jauh dan tak dikenal, sehingga aku menjadi lebih sadar dan yakin bahwa aku sedang menjadi seseorang yang hanya mementingkan diri sendiri dan orang yang egois.

Aku menjadi sadar bahwa kerinduanku dan usahaku menjadi seseorang yang peduli dan sayang terhadap mereka yang membutuhkannya merupakan sesuatu yang kosong dan sia-sia.

Suatu suara mengejutkan aku dari hasil perenungan mentalku. Entah bagaimana, aku berhasil menyelesaikan transaksi perbankanku untuk kemudian menjadi sadar bahwa pegawai bank itu berusaha untuk mendapat perhatianku.

“Nyonya”, katanya, “Nyonya!”

Kemudian ia melakukan sesuatu yang luar biasa. Kedua tanganku berada di atas counter. Ia kemudian meletakkan kedua tangannya di atas tanganku. Sentuhan terjadi cepat namun dirasakan seakan-akan seperti aliran listrik. Dan dalam sekejap mata itulah, duniaku bergeser.

Pada saat tangannya menyentuh aku, maka pikiranku yang penuh dengan kepentingan diri sendiri sirna. Aku telah menemukan pengertian dan dukungan. Aku tahu bahwa kasih disalurkan dari hati wanita yang hangat itu dan masuk ke dalam hatiku. Aku telah diberi suntikan infus dengan keyakinan yang kuat – bahwa aku telah mendapat kasih sayang. Aku tak dapat berbicara. Aku hanya tersenyum, dan inilah senyumku yang pertama di hari itu. Namun itu bukanlah senyumku yang terakhir, karena dari saat itu seluruh hariku mengalami perubahan.

Annie

Previous
Next Post »