Awas, Iblis Ada Di Dalam Taman

Bacaan : Kejadian 3:7-24

Kisah kejatuhan manusia dalam dosa sebenarnya juga menggambarkan kehidupan setiap keluarga Kristen. Ada Allah yang menciptakan, ada Adam, ada Hawa, ada taman Eden dan ada iblis. Dalam setiap pernikahan Kristen, ada Allah, ada suami, ada istri, ada taman keluarga dan di sana juga ada iblis.

Keluarga pertama yang diciptakan Allah telah dirusak oleh iblis. Iblis juga berusaha merusak setiap keluarga yang kita bangun bersama Allah. Ketika kita mencanangkan niat membentuk keluarga Kristen, minta pernikahan kita diteguhkan di gereja, sadar atau tidak sadar sebenarnya kita telah menabuh genderang perang melawan iblis. Iblis tidak pernah setuju dengan niat kita. Ia yang dulu masuk ke dalam taman Eden, ia juga berusaha menyelinap masuk ke dalam taman rumah tangga kita. Seperti ia menghancurkan Adam dan Hawa, iblis juga berusaha menghancurkan keluarga kita.

Yang perlu kita waspadai, iblis itu cerdik dan sabar. Wujudnya tidak lagi ular, ia bisa berupa harta, wanita yang molek, pria yang macho, atau jabatan dan kesempatan. Iblis dengan sabar mengamati mangsanya, menanti saat yang tepat untuk menyerang dan ketika ia memutuskan untuk bertindak biasanya iblis tidak gagal. Mengapa bisa demikian? Karena ia menyerang ketika kita lengah, ketika kita lemah, ketika kita sendiri, Adam tidak ada disisinya. Jadi hati-hati ketika hubungan kita sebagai suami istri menjadi jauh, ketika kita dipisahkan jarak, komunikasi tidak lancar, keterikatan secara emosional melemah, ketika hubungan spiritual tidak bertumbuh, saat-saat seperti itulah yang dinanti iblis.

Allah maha adil dan Allah mahakuasa. Adam dan Hawa telah melanggar Hukum-Nya, keadilan harus ditegakkan maka vonispun dijatuhkan. Lalu dimana kasih Allah? Coba kita perhatikan kalimat sederhana dalam Kejadian 3:21 : Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.
Ada 3 adegan yang sangat kuat dalam ayat 21 yang mencerminkan kasih Allah. Max Lucado dalam bukunya "A Love Worth Giving / Kasih yang patut Diberikan" menggambarkan adegan ini secara tepat.

  1. Adegan 1 : Allah menyembelih seekor binatang. Untuk kali pertama dalam sejarah bumi, tanah dinodai darah. Darah binatang yang tidak berdosa ditumpahkan. Binatang itu tidak patut mati. Pasangan itu patut mati, tetapi mereka hidup. Binatang itu patut hidup, tetapi mati. Ada darah binatang tidak berdosa ditumpahkan.
  2. Adegan 2 : Pakaian dibuat. Allah yang menciptakan binatang-binatang itu sekarang menjadi tukang jahit. Ia membuat bagi manusia pakaian dari kulit binatang.
  3. Adegan 3 : Allah mengenakan baju itu pada Adam dan pada Hawa.
Max Lucado mencoba membayangkan kejadian ini, Adam dan Hawa diusir keluar dari taman Eden, dalam perjalanan mereka keluar taman itu tiba-tiba Allah menghentikan mereka dan sambil menggelengkan kepala berkata, "Daun-daun ara itu, tidak bisa dijadikan baju!"

Kemudian Allah mengeluarkan beberapa potong pakaian dari kulit binatang, ia tidak melemparkannya dan menyuruh Adam dan Hawa mengenakannya. Allah sendiri mengenakan pakaian itu kepada Adam dan juga kepada Hawa. Kasih Allah itu melindungi. Ya, memang kasih seharusnya melindungi.

Saat ini, bukanlah Allah melakukan hal yang sama kepada kita seperti yang Ia lakukan kepada Adam dan Hawa? Kita telah makan bagian dari buah terlarang. Kita mengatakan apa yang seharusnya tidak kita katakan, kita melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan. Pergi kemana kita seharusnya tidak pergi. Memetik buah-buah dari pohon-pohon yang seharusnya tidak kita sentuh. Kita menyalahkan kawan kita, bahkan kita menyerang pasangan kita.

Akhirnya kita sadar bahwa kita telanjang, kita bersembunyi, kita saling melempar kesalahan, kita menjahit daun ara dan berharap daun ara bisa menutupi semua dosa kita. Kita berusaha menutupi dosa dengan perbuatan baik, dengan pekerjaan baik, aktif dalam begitu banyak pelayanan, memberi banyak persembahan tetapi semua itu seperti daun ara, akan tertiup angin dan kita telanjang lagi.

Persis yang Allah lakukan untuk Adam dan Hawa di taman Eden dulu, Allah menumpahkan darah binatang tak berdosa. Kepada kita, Ia menawarkan nyawa Anak-Nya, darah Yesus Kristus pun ditumpahkan. Dan dari pengorbanan itu Allah mengambil jubah kebenaran. Kristus yang benar telah mati untuk kita yang tidak benar. (1 Petrus 3:18).

Kemudian Allah mengenakan jubah kebenaran itu kepada kita manusia berdosa, kita mengenakan Kristus. Benar apa yang tertulis dalam Galatia 3:26-27 : "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus."

Peristiwa taman Eden seharusnya menyadarkan kita, bahwa si iblis ada di dalam taman kita, di tengah keluarga kita, di tengah-tengah persekutuan orang-orang percaya. Iblis menyelinap masuk, ia berusaha agar kita makan buah terlarang. Dengan sabar ia menunggu saat yang tepat untuk bertindak menggagalkan usaha kita saling mengasihi, ia ingin memisahkan kita satu dari yang lain, memisahkan kita dari kasih Allah.

Iblis berusaha menciptkan jarak di antara kita, jarak yang makin hari makin lebar sehingga kita tidak lagi saling mengenal. Kawan.. kita jadikan lawan, pasangan ... kita jadikan korban. Kasih menjadi hal yang langka. Sadarkah kita bahwa target iblis adalah menjadikan kita putus asa dan akhirnya menyerah kalah?

Mari kita merapatkan jarak, genggam erat pasangan kita, jangan lepaskan. Jangan lagi ada jarak di antara kita, jangan biarkan iblis mencerai-beraikan kita. Dan di atas semuanya itu marilah kita mengenakan kasih Allah, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kolose 3:14).

Di ambil dari : Reflekta edisi Januari 2008
Previous
Next Post »