Anggap Saja Kita Sedang Melayani Tuhan

Menguping pembicaraan orang lain bukanlah tindakan terpuji. Lagi pula, apa untungnya mendengarkan sesuatu yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Namun, kadang-kadang ada situasi dimana kita tidak bisa menghindarinya. Sehingga mau tidak mau kita mendengarnya juga. Tidak jarang mereka lepas kendali, dan lupa bahwa pembicaraan mereka bisa didengar oleh orang lain. Seperti yang dilakukan oleh dua orang karyawan yang saling menggosipkan atasannya di toilet sebuah gedung perkantoran. Keduanya tertawa terbahak-bahak ketika mengatakan betapa ’tolol’-nya atasan mereka. Keesokan harinya, kedua orang itu dipanggil sang atasan. Kemudian atasannya menceritakan setiap kata yang mereka perbincangkan kemarin di toilet. Rupanya, atasannya sedang berada di bilik toilet yang bersebelahan!

Sesekali saya tidak mengendarai mobil ketika berangkat ke kantor. Saya cukup naik ojek dari rumah ke tempat mangkal mobil omprengan. Lalu, dengan membayar Rp. 8,000.- saya sudah bisa sampai ke kantor. Anda yang tinggal diluar Jakarta mungkin bertanya-tanya; mobil omprengan itu apa sih? Mobil omprengan adalah mobil pelat hitam yang dijadikan angkutan umum tidak resmi. Biasanya mereka itu karyawan yang berangkat menggunakan mobil, tetapi sekalian mengangkut penumpang.

Sepulang kantor, saya tinggal melintasi jembatan penyeberangan yang terhubung dengan terminal bus way. Lalu melompat kedalam mobil omprengan yang searah dengan tempat tinggal saya. Didalam mobil itu ada sepuluh orang penumpang. Jadi, pengendara mobil itu mendapatkan penghasilan sebesar Rp. 80,000.-. Tidak terlalu buruk. Karena itu berarti dalam sebulan dia bisa mendapatkan penghasilan tambahan lebih dari 2 juta rupiah setelah dipotong bensin dan tol. Saya duduk dibagian belakang mobil itu - bagian yang selalu diisi oleh 6 orang. Tentu agak berdesakan. Dan mobil omprengan itupun mulai meninggalkan tempatnya mangkal. Beberapa orang mengobrol disepanjang perjalanan. Salah satu topik pembicaraan mereka adalah tentang orang-orang ’menyebalkan’ dikantornya.

”Bayangkan saja,” kata Ibu yang satu. ”Dia itu ya, datang ke kantor jam delapan cuma untuk njeglek kartu absen doang.” Lanjutnya. ”Habis itu ngilang seharian. Ntar jam empat sore datang lagi….”
”Emang kemana aja itu orang ?” temannya menyahut.
”Tahu…,” imbuhnya tak acuh. ”Mestinya kan atasannya yang mengontrol ya. Lha kok ini nggak ada yang berani negur, gitu loh….”
”Ya sudah Mbak, biarkan saja…” hibur temannya.
”Yah, aku sih ndak apa-apa, toh.” tukas si Ibu. ”Tapi itu lho, teman-teman pada komplen. Kan jadinya nggak sehat.” katanya. ”Masak kita kerja mati-matian, tapi kok dia malah seenaknya saja.”

Saya memejamkan mata. Nikmat rasanya setelah menjalani kepenatan seharian dikantor. Tetapi, saya tidak dapat menutup telinga dari pembicaraan mereka.

”Ya sudahlah Mbak.” kata si Ibu didepan saya. ”Anggap saja kita sedang melayani Tuhan.” Tiba-tiba saja telinga saya menangkap sebuah kalimat yang sarat dengan makna. Nyaris tak bisa dibendung, kalimat itu kembali terngiang; ”Anggap saja kita sedang melayani Tuhan.” Terngiang. Terngiang. Berulang-ulang.

Saya sudah tidak terlalu memikirkan lagi pembicaraan mereka. Sebab, perhatian saya langsung terpenjara oleh kalimat indah itu. Dan sekali lagi saya mendengarnya, kini dari hati sanubari saya; Anggap saja kita sedang melayani Tuhan.

Guru ngaji saya pernah mengajarkan bahwa salah satu ciri manusia yang luhur adalah; ketika bekerja, dia merasakan bahwa Tuhan selalu mengawasinya. Jadi, manusia-manusia dari jenis ini pasti bekerja bukan karena ada manusia lain yang mengawasi. Dan mereka juga tidak mudah terpengaruh oleh perilaku tak terpuji orang lain. Meskipun orang-orang disekitarnya tidak bekerja dengan baik, dia tidak ikut memburuk. Dia terus saja bekerja dengan setulus hatinya. Sebab, dia tahu; Tuhan mengawasinya.

Dia memang digaji perusahaan. Tetapi didalam hatinya, seolah-olah tengah melayani Tuhan. Dengan sikap seperti itu, dia tidak berani mempermainkan etika dalam bekerja. Dia juga tidak mau berkompromi dengan norma-norma. Sebab, ketika seseorang melayani Tuhan, dia tahu bahwa Tuhan akan memberikan imbalan yang sepadan. Itulah kenapa, orang-orang seperti ini selalu bisa diandalkan. Baik oleh perusahaan. Oleh atasan. Juga oleh teman. Dan tentu saja, mereka layak untuk menjadi teladan.

Hari ini, saya kembali diingatkan bahwa; menguping pembicaraan orang lain itu tidak terpuji. Tetapi hari ini, saya juga mendapatkan pelajaran lain dari hasil menguping yang tidak bisa saya hindari. Begitulah rupanya cara Tuhan mengingatkan saya tentang pekerjaan. Saya kembali diingatkan bahwa bekerja, tidaklah semata-mata untuk melakukan sesuatu atas perintah atasan. Sebab, melalui kerja; kita melayani Tuhan.

Melayani manusia itu berbeda dengan melayani Tuhan. Oleh karenanya, respon yang kita dapatkan pun pasti berbeda. Dari manusia, belum tentu anda mendapatkan respon yang layak. Beruntung jika anda memiliki atasan yang baik dan adil. Anda mungkin mendapatkan perlakuan yang sama dengan apa yang didapatkan orang lain. Anda juga memperoleh kesetaraan. Tetapi, banyak orang yang tidak seberuntung itu. Jika anda bekerja diperusahaan yang baik, anda juga beruntung. Anda bisa mendapatkan imbalan yang pantas atas pekerjaan yang anda lakukan. Sebab, ada saja perusahaan yang dengan dalih apapun berusaha mengurangi bayaran dan fasilitas yang seharusnya didapatkan oleh karyawan. Tidak usah heran. Karena, memang tidak semua perusahaan sebaik itu. Buktinya, begitu banyak orang yang harus turun kejalan untuk sekedar mendapatkan bayaran yang sudah menunggak berbulan-bulan.

Bekerja melayani Tuhan sangat lain. Anda pasti mendapatkan apa yang telah anda usahakan. Tidak akan pernah berkurang. Bahkan mungkin, jika anda melakukannya dengan segenap ketulusan, Tuhan berkenan memberikan bonus tambahan. Matematika perusahaan dikendalikan oleh sesuatu yang disebut sebagai neraca profit and loss. Meskipun anda membuat perusahaan untung, tetapi porsi keuntungan terbesar diperuntukkan bagi sang pemilik modal. Tolong jangan merasa terhasut oleh pernyataan ini. Karena hal ini berlaku secara universal. Bahkan jika nanti anda memiliki perusahaan; anda akan melakukan hal yang sama. Jadi, itu sama sekali bukan sebuah kesalahan. Matematika Tuhan tidak dikendalikan oleh neraca semacam itu, melainkan neraca imbalan dan keadilan.

Apa itu neraca imbalan-keadilan? Neraca yang tidak didasarkan pada pengumpulan keuntungan untuk Tuhan. Melainkan sebuah skema yang ditujukan untuk memberikan imbalan terhadap setiap perbuatan dan tindakan baik yang dilakukan oleh seseorang. Itu sisi imbalannya. Sisi keadilannya apa? Sisi keadilannya adalah ketika Tuhan memberikan raport merah atau hukuman kepada orang-orang yang berbuat curang. Tuhan bisa saja tidak menghukum manusia-manusia bertabiat buruk. Tetapi, dia itu adil. Ketika seseorang menindas orang lain misalnya; maka sisi keadilanNya berfungsi melindungi sang tertindas dari kesewenang-wenangan.

Kembali kepada konteks bekerja. Anggap saja kita sedang melayani Tuhan. Sekalipun kita pernah diperlakukan tidak adil oleh atasan, teman, atau perusahaan; kita tidak perlu terlampau risau. Karena imbalan sesungguhnya ada di tangan Tuhan. Itu jika kita bicara soal imbalan. Lain lagi kalau kita bicara tentang dedikasi. Kita, jika merasa tengah melayani Tuhan, pasti tidak akan pernah menyalahgunakan kedudukan untuk menindas anak buah. Lalu memerintah mereka sesuka hati. Bahkan memaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak senonoh. Kalau jadi bawahan, kita tidak berulah hingga atasan dibuat susah. Tak akan pula mengkhianati kepercayaan perusahaan. Kita pasti bekerja dengan sebaik-baiknya. Sebab, seperti nasihat yang saya dapatkan dari hasil menguping di mobil omprengan; Anggap saja, kita sedang melayani Tuhan.

Catatan Kaki:
Atasan anda bisa salah menilai. Perusahaan tidak jarang mengemplang hak-hak karyawan. Tapi Tuhan; pastilah menyerahkan seluruh hasil dari setiap tindakan yang kita lakukan. Jadi, Anggap saja kita sedang melayani Tuhan.


Diambil dari : Dadang Kadarusman
Previous
Next Post »