Bau Keringat

Setiap Minggu pagi aku pergi ke gereja untuk berbakti. Dan selalu duduk di bangku nomer dua dari belakang. Menjelang Natal, pengunjung gereja pun mulai meningkat. Dan kebanyakan orang mempunyai kesenangan sama denganku, yakni duduk di bangku bagian paling belakang. Seperti hukum tak tertulis saja.

Di tengah-tengah kebaktian, ketika aku sedang konsentrasi untuk mendengarkan pendeta yang sedang berkotbah. Tiba-tiba tercium bau keringat seseorang yang menyengat hidungku. Ku lihat ada tiga orang wanita juga menutup hidung mereka dengan tissue Aku asumsikan mereka juga mencium baru keringat itu.

Selesai kebaktian, masih pula tercium bau keringat tersebut. Dan hal itu membuatku lebih heran dan penasaran. Siapakah orang yang mempunyai bau keringat tersebut? Aku mencoba memperhatikan beberapa orang di sekitarku duduk. Untuk mencari kira-kira dari arah mana bau keringat tersebut tersebar. Pilihanku jatuh pada seorang pria yang duduk di bangku paling belakang. Dengan rambutnya yang sebagian telah memutih dan pakaian yang sederhana cukup mudah untuk dikenali, bahwa penampilan om tersebut tampak beda dengan Jemaat yang lain. Akupun mencoba menghampiri dan menyapanya. Dugaanku memang tidak salah, bau keringat tersebut tercium lebih tajam, setelah aku berdiri di hadapannya. Aku juga baru mengenal om itu untuk pertama kali. Aku memanggil dia om Nusa.

Minggu depannya, aku melihat om Nusa kembali duduk di barisan bangku paling belakang. Waktu kebaktian aku mencium bau keringat kembali. Dan beberapa orang juga menutup hidung mereka. Dugaanku, bau keringat itu berasal dari om Nusa. Aku merasa tidak enak jika ingin memberi tahu tentang hal ini secara langsung. Maka aku ada akal. Kebetulan saat itu menjelang Natal, maka tidak ada salahnya jika aku memberi om Nusa sepaket kebutuhan sehari-hari termasuk sabun mandi dan penghilang bau badan. Aku tidak ingin om Nusa tersinggung.

Dua minggu kemudian bertemu dengan om Nusa lagi. Aku bertanya, apakah paket kebutuhan sehari-hari itu sudah dipakainya. Dia sangat senang dengan paket tersebut dan telah memakainya. Aku pun juga senang kalau om Nusa telah memakai pemberianku. Cuma yang membuatku masih heran dan penasaran,waktu kebaktian tadi, aku masih mencium bau keringat. Setelah mengajak om Nusa mengobrol lebih lama dan lebih jauh lagi. Aku baru tahu, kalau om Nusa termasuk kategori lansia dengan usia kepala enam. Dia hidup sendiri, istrinya telah meninggal, anak-anaknya telah berkeluarga dan tidak mau tinggal bersama dengan om Nusa. Uang pemberian anak-anaknya tidak mencukupi untuk biaya hidupnya. Maka om Nusa harus bekerja untuk mendapatkan uang tambahan. Pada hari Minggu pagi pun om Nusa harus bekerja di pabrik pemotongan ikan. Setelah selesai bekerja, om Nusa berjalan kaki menuju ke gereja, yang ditempuhnya dengan kurang lebih setengah jam!

Di atas kepalaku seakan menyala lampu halogen yang sangat terang. Aku baru menyadari, dengan berjalan kaki kurang lebih setengah jam, maka tidak heran om Nusa berkeringat. Aku pun bertanya padanya, mengapa om Nusa tidak mau naik kendaraan umum saja untuk pergi kegereja, supaya tidak bersusah payah kelau ke gereja. Jawabnya sederhana, biar uang untuk angkutan umum itu bisa ditambahkan dengan uang persembahan yang telah dipersiapkannya.

Aku pun tertegun mendengar jawaban om Nusa tersebut. Pintu hatiku seakan diketuk untuk disadarkan setelah mendengar jawaban itu. Aku sebelumnya menyangka bukan-bukan tentang om Nusa. Kini aku lebih menyadari bahwa dugaanku dengan hanya melihat penampilan om Nusa dari luar saja, itu ternyata salah besar. Dan aku tidak pernah berpikir apa yang terjadi sebenarnya. Apakah kebanyakan dari kita seperti demikian ? Ketika kita berhadapan dengan seseorang yang sederhana (terutama di gereja), kita belum-belum sudah mempunyai prasangka negatif terhadap seseorang tersebut.

Ah, Tuhan seakan memberikan suatu pelajaran buatku, lewat caraNya yang unik. Karena dengan mencium bau keringat di waktu kebaktian itu, aku beroleh suatu pelajaran dari seorang tua yang sederhana. Dan aku mengenal satu jemaat lagi di gerejaku. Bukankah kita seringkali dalam satu gereja tidak pernah bertegur sapa dengan jemaat yang lain? Seringkali kita tidak pernah mengenal dan tidak mau mengenal jemaat yang duduk di sebelah kiri, kanan, depan, belakang kita. Sepertinya tujuan kita ke gereja itu begitu 'agung'-kah kita datang ke gereja hanya untuk beribadah kepada sang Pencipta kita. Kita tidak peduli dengan orang lain. Tetapi Tuhan mempunyai keinginan yang berbeda dengan kita. Tuhan menginginkan kita untuk dapat bersekutu dengan sesama kita juga.

Dari bau keringat om Nusa, aku dapat mengetahui masalah om Nusa yang terbatas dalam transportasi. Dan aku dapat memasukkan nama om Nusa dalam daftar doaku pula.
Bukankah itu yang Tuhan inginkan untuk kita lakukan? Kita dapat menolong sesama saudara seiman kita dan mendoakan. Jika kita tidak mengenal jemaat lain yang dalam masalah bagaimana kita dapat menolong atau mendoakan mereka ?

Setelah kejadian hari Minggu itu, pada minggu-minggu berikutnya aku pun dapat berbakti dengan tenang, tidak terganggu oleh bau keringat lagi.
Karena sekarang om Nusa pergi ke gereja bersamaku dengan mengendarai mobil, sehingga om Nusa tidak perlu berjalan kaki dan "berkeringat".


Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. (Ibrani 10:24)

Oleh: Peter Purwanegara
Previous
Next Post »