Terkejut dan sedih oleh berita duka yang begitu mendadak, Tris segera terbang ke S. Karena masih ada masalah pekerjaan yang harus segera diselesaikan, Jim baru akan berangkat malam harinya dengan naik bus.
Sesampai di S, Tris menuju ke gedung tempat jenasah abangnya disemayamkan. Tris sangat berduka karena sudah cukup lama ia tidak berjumpa dengan abangnya itu dan sekarang semuanya sudah usai.
Malam hari itu, bersama dengan kakak dan adiknya, Tris pulang ke rumah Ibu Santo, ibunya. Tris selalu menginap di situ jika datang ke S. Malam itu cuaca mendung. Ketika melewati jalan rusak penuh lubang, adik Tris yang mengemudi memperlambat laju kendaraan. Tiba-tiba dari kegelapan, sesosok bayangan hitam muncul. Dengan belati berkilat ditangan mengancam lewat jendela mobil yang terbuka sebagian. Dengan gerak refleks adik Tris menginjak pedal gas, mobil maju menghentak dan terlonjak-lonjak kabur. Oleh pertolongan Tuhan mereka terlepas dari bahaya.
Tengah malam Tris masih terjaga di tempat tidurnya. Tris cemas mengingat Jim yang sedang dalam perjalanan dengan naik bus malam menuju S. Sesuai jadwal bus akan masuk S pada jam 03.30 dinihari. Untuk pergi ke rumah Bu Santo, Jim harus turun sebelum bus masuk jalan tol dan kemudian melanjutkan perjalanan dengan naik kendaraan lain. Jantung Tris masih berdebar-debar jika ingat peristiwa penodongan yang baru dialaminya. Tris membayangkan Jim sendirian di suatu jalan yang sepi dan gelap, menunggu angkutan di kota yang asing baginya. Bahaya apa yang mengintai Jim di tempat yang seram itu? Tapi Tris ingat Tuhan dan percaya akan perlindungan-Nya.
Tris berlutut dan berdoa. Lama Tris berdoa sampai tak terasa ia jatuh tertidur. Mentari pagi mendapati Jim di depan rumah Bu Santo. Jim tampak lesu. Ia lelah karena perjalanan yang cukup lama. Ia juga cemas kalau-kalau Tris jengkel karena menunggu kedatangannya terlalu lama.
Ragu-ragu Jim mengetuk pintu rumah. Pintu terkuak, Tris muncul menyambut Jim dengan wajah berseri-seri. Jim merasa lega, “Tumben nih dia kok tidak marah, kan aku terlambat lama?” pikirnya.
“Jim sampai siang begini tadi busnya mogok ya.”
“Lho kok tahu, memang bus mogok dua kali, lama-lama lagi. Padahal busnya masih bagus.”
Tris senyum-senyum saja. “Sekarang hampir jam delapan, sampai di S tadi jam berapa?”
“Jam tujuh pagi, terlambat sekitar tiga setengah jam, kamu menunggu lama ya?”
“Aku tahu kok, ndak masalah. Jadinya kamu turun dari bus kan sudah terang dan ramai, jadi lebih aman dong.”
“Emangnya kenapa, apa sekarang tidak aman?”
Tris lalu menceritakan pengalaman semalam, di mana ia dan saudaranya nyaris jadi korban penjahat.
“Kamu tadi kok tahu bahwa busnya mogok?”
“Aku cemas, kalau bus tiba di S tepat waktu, kan hari masih gelap. Jangan-jangan kamu ditodong seperti aku semalam. Aku lalu berdoa mohon pada Tuhan supaya bus yang kamu tumpangi mogok di jalan sehingga sampai di sini sudah pagi hari.”
“Eh ternyata Tuhan mengabulkan permohonanmu, biarpun doamu itu rada-rada konyol ya.”
“Terima kasih pada Tuhan, Ia yang selalu mendengarkan doa anak-anak –Nya biar doa konyol, sekalipun.”
“Ya ternyata Tuhan itu punya rasa humor yang besar ya.”
Markus 11:24,
Karena itu Aku berkata kepadamu : Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.
Kartika, Semarang
EmoticonEmoticon