Duta Allah Bagi Anak

“Kapan kita harus memperkenalkan Allah kepada anak?”

Kerapkali kita menganggap anak masih terlalu kecil, sehingga belum perlu diajar tentang Allah. Alkitab tidak memberitahu secara detil, tetapi Alkitab berkali-kali mengingatkan orangtua untuk mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anak. Lalu, bagaimana memperkenalkan Allah kepada anak? Mari pelajari cara Tuhan memperkenalkan diri kepada umat Israel.

1. Tuhan memeakai peraturan untuk memperkenalkan kekudusan-Nya
Dari banyak pohon yang boleh dimakan buahnya di Eden, ada satu pohon yang tidak boleh dimakan buahnya. Mengapa? Karena peraturan mengenai pohon itu membuat manusia mengenal arti ketaatan dan kekudusan Allah.

Tuhan banyak memberi peraturan kepada manusia, supaya manusia mengenal sifat Allah yang kudus. Kita pun perlu memperkenalkan peraturan kepada anak. Misalnya, sejak kecil mereka diberi peraturan keluarga; boleh menonton televisi pada waktu tertentu dengan siaran tertentu, sehabis bermain harus merapikan mainan, hari Minggu harus ke gereja, dan lain-lain. Selain membentuk pola berkeluarga yang baik, peraturan diberi untuk memperkenalkan kekudusan dan otoritas Allah.

Suatu hari saya mengajarkan suatu semboyan kepada anak saya : “Taat Itu Indah”. Ketika itu saya menyuruhnya tidur siang. Setelah dibujuk akhirnya ia taat. Atas ketaatannya, saya ijinkan ia tidur lebih malam. Kebetulan ayahnya baru pulang dari jauh dan membawa mainan. Jadi, ia punya sedikit waktu untuk bermain dengan mainan barunya. Maka, saya mengingatkannya pada semboyan “Taat Itu Indah”. Kalau saja ia tidak taat, tentu ia tidak menikmati waktu bermain dengan ayahnya. Dan ia belajar konsep “persekutuan dalam ketaatan” dan “perseteruan dalam ketidaktaatan atau dosa”. Ini merupakan konsep dasar kekudusan Allah.

2. Tuhan memakai alat peraga untuk memperkenalkan kasih dan rencana-Nya
Tuhan memberi Adam dan Hawa baju dari kulit binatang untuk mengganti baji dari dedaunan. Alat peraga “kulit binatang” lebih mudah diingat dan dimengerti sebagai ungkapan kasih Allah yang melukiskan pengorbanan Yesus sebagai Anak Domba Allah.

Suatu kali, hujan begitu deras. Anak saya menangis ketakutan karena takut hujan deras itu akan menjadi banjir seperti di zaman Nuh. Saya bersyukur Tuhan memberi pelangi sebagai alat peraga untuk Nuh, juga untuk anak saya. Saya pun menenangkannya, “Tim, kamu ingat pelangi yang Tuhan berikan pada Nuh? Disitu Tuhan berjanji tidak akan memberi banjir sehebat itu lagi. Percayalah, hujan ini pasti reda dan akan ada pelangi.” Dari situ, anak saya belajar tentang janji dan kasih Tuhan.

3. Tuhan memperkenalkan diri melalui sejarah.
Untuk memperkenalkan diri, Tuhan memakai banyak peristiwa dalam sejarah bangsa Israel. Tuhan memilih Abraham dan membawanya ke Kanaan. Memakai Yusuf untuk membawa keluarganya ke Mesir. Memilih Musa untuk membawa orang Israel kembali ke Kanaan. Memilih Daud dan menyampaikan janji tentang Mesias. Dan seterusnya. Tuhan menunjukkan bahwa Dia Allah yang tidak berubah dalam sejarah. Ulangan 6:6-9 adalah amanat agung bagi semua orangtua untuk mempercakapkan berulang-ulang karya keselamatan Allah, sejak dunia dicipta hingga kini.

Kita pun dapat memakai sejarah keluarga kita untuk memperkenalkan Tuhan kepada anak. Bukankah Tuhan juga banyak menyatakan diri dalam keluarga kita? Dengan mencatat peristiwa penting dalam keluarga, menyusun foto, membuat catatan harian, kita menolong anak belajar tentang kasih Tuhan. Saya punya jurnal khusus tengtang anak-anak saya. Sejak dalam harapan, menjadi janin, lahir, dan bertumbuh, semua saya catat. Saat besar nanti, ia akan melihat besarnya perbuatan Tuhan baginya.

Juga dengan menceritakan perjalanan iman keluarga kita. Bagaimana kita bertobat, bagaimana Tuhan menolong dan menjawab doa-doa kita,

4. Tuhan memperkenalkan diri melalui narasi
Tuhan juga mengajarkan kebenaran melalui perumpamaan. Seorang anak membutuhkan cerita-cerita yang kontekstual dengan hidupnya untuk mengerti prinsip kebenaran dengan lebih mudah. Kepada murid-murid-Nya, Tuhan memberi banyak cerita meski mereka belum mengerti sepenuhnya arti cerita tersebut, sampai pencurahan Roh Kudus.

Anak-anakk belum dapat memahami banyak hal tentang Tuhan. Namun, mereka dapat menyimpan kebenaran mengenai Allah, melalui cerita Alkitab yang kita sampaikan secara rutin setiap hari. Cerita punya kekuatan besar. Pada waktunya, cerita-cerita itu terhubung dengan segala konsep yang tertanam oleh pertolongan Roh Kudus. Maka, anak akan memahami cerita itu dan relevansinya dengan hidup mereka.

Ketika menceritakan kitab Raja-raja kepada anak saya, saya pikir ia akan bosan. Kisah-kisahnya hampir sama. Raja yang menyembah berhala, dihukum Tuhan. Raja yang menhingkirkan berhala, menyenangkan Tuhan. Ternyata itu melekat di pikiran mereka. Ketika saya menjelaskan tentang film serta mainan yang “tidak sehat”, ia lebih mudah menangkap karena sudah tahu konsep “mendukakan dan menyukakan Tuhan”.

Kisah perjalanan bangsa Israel dipada gurun adalah kisah yang sangat kuat. Melalui kisah-kisah itu, anak-anak belajar mengenal atribut Allah Yang Mahakudus, Mahategas, tetapi juga Mahamurah dan penuh kasih karunia kepada umat pilihan-Nya. Selain itu, anak-anak belajar tidak mengeluh dan menuntut, melainkan TAAT dan PERCAYA. Kisah ini bukan hanya saya sampaikan ketika saat teduh, melainkan juga dalam aktivitas sehari-hari, sebelum tidur, saat makan, dalam setiap kesempatan.

5. Tuhan memperkenalkan diri melalui Amsal dan Mazmur
Tuhan adalah pakar pendidikan yang hebat. Dia tahu metode terbaik untuk melekatkan kebenaran dalam pikiran. Amsal dan Mazmur adalah metode paling jitu dalam memorisasi. Anak-anak juga membutuhkan Amsal dan Mazmur. Banyak kebenaran penting dapat diingat melalui sajak dan lagu rohani. Jadi, sangat perlu kita mengajarkannya. Memperkenalkan musik dan pujian adalah cari paling murah untuk memperkenalkan Allah kepada anak segala usia, termasuk janin dalam kandungan. Tuhan mencipta manusia sebagai makhluk musikal, sehingga bayi pun dapat bereaksi terhadap musik.

Nama anak kedua saya adalah Tadeus (dari kata Thaddaeus : penuh pujian bagi Allah). Ketika baru lahir, ia selalu menangis menjelang senja. Tak ada yang dapat menenangkannya selain musik. Demikian juga saat ia marah, gelisah, atau sakit. Rumah saya pun “penuh musik”. Dan heran, seorang bayi bisa serius memperhatikan setiap nada yang ia dengar, kemudian tertidur tenang. Dalam buku Teach the Child to Read dikatakan bahwa seorang bayi yang selalu dibacakan cerita oleh ibunya, akan selalu berharap dibacakan buku. Bukan karena ceritanya, tetapi karena ia senang mendengar nada suara ibunya. Jadi, membacakan Mazmur kepada bayi juga merupakan kebiasaan yang baik. Sekarang, saat sudah berusia 9 tahun, Tadeus tetap suka dibacakan buku bahkan Alkitab bahasa Yunani (walau tidak mengerti). Ia pun mulai mengarang lagu pujian kepada Allah. Ia bertumbuh menjadi anak yang sangat mudah memuji Tuhan.

6. Tuhan memperkenalkan diri melalui manusia
Tuhan mengenal kebutuhan manusia akan hal konkret. Jadi, Dia mengutus para nabi, memilih bangsa Israel, dan akhirnya hadir dalam diri Yesus Kristus. Anak-anak pun perlu contoh konkret sifat Allah, dari manusia yang dapat dilihatnya. Dan, manusia yang paling dekat dengan anak adalah orangtua. Hubungan anak dengan orangtua sangat memengaruhi konsepnya tentang Allah. Ada orang yang terus merasa bersalah karena waktu kecil selalu dihukum. Maka, ia mengenal Allah sebagai Allah yang kudus, tapi diktator. Contohnya, Martin Luther. Ia butuh pergumulan panjang untuk memahami anugerah keselamatan Allah. Perlakuan ayah dan gurunya yang keras membuatnya berpikir dosanya tak dapat diampuni. Hanya oleh anugerah Tuhan dan pencerahan Roh Kudus, ia mulai mengerti anugerah dan kasih Allah melalui pembacaan surat Roma.

Banyak orangtua ingin membuat anak mereka taat dengan berkata : “Nanti Tuhan marah kalau kami begini!” Tanpa disadari, orangtua memakai nama Tuhan untuk kepentingan sendiri dan merusak konsep anak tentang Allah. Bukankah Allah tidak akan marah kalay anak kita tidak mau makan, memukul adik karena iri hati, atau merebut mainan yang ia sukai? Dia sangat mengerti pergumulan anak-anak. Di lain pihak, kita perlu hati-hati mewakili sifat Tuhan ketika mendidik anak.

Ternyata tak ada batas waktu kapan memperkenalkan Tuhan kepada anak. Kita dapat memperkenalkan Tuhan dengan cara sederhana dan mudah dimengerti anak, bahkan sejak mereka masih sangat muda!

Sumber : Renungan Harian Edisi Oktober 2009

Previous
Next Post »