Kisah Sebuah Natal

Di permulaan abad ke-18, seorang anak muda berumur kira-kira 14 tahun bernama John hidup di dalam sebuah panti yatim-piatu di Inggris bersama dengan sejumlah anak-anak yang lain. Panti yatim-piatu ditakuti oleh orang. Seorang yatim-piatu berarti tidak dikehendaki dan tidak dikasihi. Panti itu dikepalai oleh seorang guru dan isterinya. Kedua orang ini yang jaga merupakan hasil dari latar belakang yang miskin tidak memiliki rasa kasih sayang namun sangat berdisiplin. Mereka tidak suka bersendau gurau, tidak memiliki ekspresi kasih sayang dan pengertian.

Setiap hari sepanjang tahun dilalui dengan kerja. Anak-anak itu bekerja di ladang, bersih-bersih, menjahit dan kadang-kadang memasak untuk anak-anak orang kaya. Mereka sudah bangun di pagi hari buta dan bekerja sampai jauh malam dan biasanya mereka diberi makan hanya sekali sehari. Namun mereka merasa berterima kasih karena mereka memang diajar untuk menjadi pekerja-pekerja yang keras.
John sama sekali tidak memiliki apa-apa, demikian pula anak-anak lainnya.

Natal merupakan satu-satunya hari mereka tidak bekerja dan disamping itu memperoleh hadiah. Sebuah hadiah untuk setiap anak – sesuatu yang mereka dapat menganggap sebagai miliknya sendiri. Pemberian yang istimewa itu adalah sebuah jeruk. John sudah lama berada di panti itu untuk menanti datangnya Natal itu untuk dapat menikmati hari yang khusus dan menerima jeruknya sebagai pemberian yang istimewa.

Pada jaman itu di Inggris dan demikian pula untuk John dan kawan-kawannya sepanti, sebuah jeruk merupakan suatu pemberian yang langka dan luar biasa. Ia memiliki aroma yang mereka dapat cium hanya pada waktu hari Natal. Anak-anak menganggap dimikian tinggi nilainya, sehingga mereka menyimpan jeruk itu sampai berhari-hari, berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan, untuk disimpan, dicium, disentuh dan disayangi. Biasanya mereka menyimpannya sampai demikian lamanya sampai buah itu menjadi busuk, sebelum mereka akhirnya mengupasnya dan menikmati jusnya yang manis. Semakin waktunya mendekati hari Natal, semakin ramai mereka membicarakan hal pemberian hadiah jeruk itu. Anak-anak mengatakan, “Aku akan menyimpannya paling lama”. Mereka sering membicarakan betapa besarnya jeruk yang mereka terima pada tahun lalu dan betapa lamanya mereka berhasil menyimpannya.

John biasanya tidur dengan jeruk yang ia akan terima nanti. Ia meletakkan jeruknya dekat dengan hidungnya sehingga ia dapat mencium aromanya, memegangnya dengan lembut dan hati-hatiagar tidak sampai merusak kulitnya. Ia akan bermimpi tentang anak-anak di seluruh dunia yang mencium aroma yang manis dari jeruk itu. Hal itu memberikan kepadanya rasa aman dan kaya harapan dan impian yang dipenuhi dengan segala makanan yang lezat dan suatu kehidupan yang amat berbeda dengan kahidupan miskin yang ia sedang jalani sekarang ini.

Tahun ini, John merasa amat senang dengan datangnya hari Natal. Sebentar lagi dia menjadi dewasa. Ia tahu ia akan menjadi tambah kuat dan tak lama lagi ia akan cukup dewasa untuk meninggalkan panti asuhan ini. Ia sangat bersuka cita akan Natal. Ia akan menyimpan jeruknya sampai hari ulang tahunnya di bulan Juli. Bila ia menyimpannya dengan baik dan hati-hati, diletakkan di tempat yang dingin dan tidak dijatuhkan, mungkin ia dapat memakannya pada hari ulang tahunnya.

Akhirnya hari Natal tiba. Anak-anak begitu senangnya ketika mereka memasuki ruang makan. John dapat mencium aroma dari masakan daging. Dalam sukacitanya yang luar biasa dan karena ukuran kakinya yang memang besar, ia tersandung sehingga mengakibatkan kekacauan. Dengan segera kepala panti asuhan membentaknya dengan suara kencang, “John, tinggalkanlah ruang makan sekarang dan tidak ada jeruk untukmu tahun ini.”

John merasa hatinya hancur lebur. Ia mulai menangis. Ia membalikkan badannya dan dengan cepat masuk ke dalam ruang tidurnya yang dingin dan memojok supaya anak-anak lain tidak dapat melihat kesedihan hatinya yang mendalam.

Kemudian ia mendengar pintunya terbuka dan melihat anak-anak masuk. Elizabeth yang kecil dengan rambutnya sepanjang pundaknya, dengan sebuah senyuman di wajahnya serta air mata di matanza, ia menggenggam selembar kain kumal di tangannya yang diulurkan kepada John.

“Ini John”, katanya, “Ini untukmu”. John tersentuh hatinya dan mengambil bungkusan kain dari tangannya. Ketika ia membuka kainnya, ia melihat sebuah jeruk yang besar yang sudah dikupas sehingga kelihatan warnanya yang menggiurkan. Kemudian ia baru mengerti apa yang sudah terjadi. Setiap anak telah mengorbankan seperempat dari miliknya masing-masing untuk dibagi sehingga menciptakan sebuah jeruk yang utuh untuk John.

John tidak pernah melupakan kasih sayang dan pengorbanan pribadi dari teman-temannya yang bersedia membagi jeruknya dengan dirinya seperti yang diperlihatkan kepadanya pada hari Natal itu.

John memulai hidupnya dalam keadaan miskin. Namun, setelah menjadi dewasa, ia menjadi kaya raya dan amat berhasil.

Sebagai kenang-kenangan akan hari itu, setiap tahun ia mengirim kepada setiap anak di seluruh dunia jeruk dalam jumlah yang amat besar.

Kerinduannya adalah supaya setiap anak jangan sampai merayakan Natal tanpa buah Natal yang istimewa!

Previous
Next Post »