“Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dan dengan segenap kekuatanmu, dan segenap akal budimu.” Itulah hukum yang pertama …
Mungkin. Hanya mungkin saja, dari antara Anda ada yang berpikir bahwa kalimat di atas tidak lengkap, salah pula. Akan tetapi, saya hanya ingin mengajak Anda untuk berpikir ulang, bahwa mencintai Tuhan pada baris pertama adalah kewajiban. Bukan mencintai diri Anda sendiri dan sesama manusia. Itu nomor dua; bukan nomor satu. Tahukan Anda soal yang satu ini? Saya yakin, Anda akan memberi jawaban, “Ya, saya tahu.”
Anda tahu. Hanya tahu saja. Itu mungkin sudah cukup. Namun sayang, sayang sejuta sayang, Tuhan tak hanya memerlukan “kalau Anda tahu”, tetapi apakah Anda melakukannya. Mempraktikannya? Menurut Alkitab, bukankah kita adalah surat yang seharusnya bisa dibaca semua orang? Tentu sebuah bacaan yang menarik dan benar. Dan juga yang akan dinilai dari buah yang dihasilkan bukan?
Nah, jawaban pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Iseng-iseng saja sambil menyeruput teh pada pagi hari, apakah benar bahwa Anda sudah mengasihi tuhan Allah itu, di barus terdepan dan tak menjadikannya sebagai petugas pemadam kebakaran, perawat, pembantu dan menomorduakan Dia setelah suami, istri, anak, rumah dan mungkin simpanan Anda yaitu uang maksud saya. Akan tetapi, kalau Anda memiliki interpretasi berbeda, silakan. Ini negara demokrasi!
1. Kalau jadwal kebaktian yang tersedia adalah pukul enam pagi, delapan pagi, sepuluh pagi, lima sore, dan tujuh malam, jam kebaktian manakah yang akan Anda pilih? Mengapa Anda memilih jam bersangkutan? Susah bangun? Sibuk? Seandainya saya jadi ketua gereja sedunia, saya ingin membuat jadwal kebaktian hanya satu kali saja. Pukul empat pagi seperti Yesus berdoa sebelum ayam berkokok.
2. Katakanlah Anda memilih jadwal pukul sepuluh pagi. Pukul berapa Anda tiba di gereja? Sepuluh tepat, sepuluh kurang? Kurang 2 menit? 5 menit? 30 menit? Lebih 2 detik? Lebih 15 menit, lebih 30 menit? Atau … tidak datang sama sekali dan berjanji datang pukul 5 sore atau 7 malam, yang belum bisa di pastikan kehadirannya?
3. Kalau Anda terbang ke sebuah kota di dalam negeri dengan pesawat terbang pukul 6 pagi, maka pada pukul 5 Anda diharuskan hadir di bandara. Pukul berapa Anda harus bangun? Katakanlah pukul 4. Pertanyaan saya. Maukah Anda memasang beker jam 4 untuk berdoa? Tidak. Anda memasang beker demi mendisiplinkan diri pada aturan main penerbangan, di tengah mata Anda yang riyep-riyep.
Anda taat kepada aturan main pesawat yang bisa menenggelamkan Anda ke laut. Untuk Tuhan? Pasang beker? Nanti saja dulu. Teman saya berkomentar, “Mas, tetapi kan kita enggak tiap hari naik pesawat?” Saya jawab, “Tapi kan kamu di kasih napas tiap hari buat hidup?” Kita itu selalu protes sama Tuhan, tetapi dengan dunia, selalu setuju saja, apapun resikonya.
4. Tanggal berapa setiap bulannya Anda membayar tagihan listrik, air, dan telepon? Umumnya sekitar tanggal 20-an. Anda dan saya membayar dengan tepat. Mengapa? Anda takut dan tak mau listrik padam, air tak menyala, dan telepon tidak bisa digunakan untuk menggosip. Tidak takutkah kalau hidup Anda dipadamkan Tuhan, karena tak pernah tepat membayar perpuluhan? Tepat? Waduh, Anda saja yang menjawab apakah tepat dan konsisten. Anda mungkin menjawab, “Ya … Tuhan kan mengerti … lagi tekor untuk biaya anak sekolah”. Mengapa Anda tak mengutarakan jawaban itu pada petugas PLN? Jawabannya, karena tidak bisa. Itulah mengapa Anda selalu tak pernah mengasihi Tuhan secara konsisten; karena senangnya hanya bernegosiasi, senangnya mencari sejuta alasan. Dan, yang paling mudah adalah dengan mengatakan bahwa saya manusia yang penuh dengan kedagingan, dan Tuhan tahu itu. Oh… Tuhan tahu, tetapi Tuhan tidak mengesahkan itu untuk dipakai sebagai alasan. Anda harus naik kelas. Terus-terusan Anda berpikir demikian, itu akan membuat Anda tidak pernah naik kelas dalam mengasihi Tuhan.
5. Apakah mungkin Anda mengasihi Tuhan dengan alasan? Dengan sebuah kondisi? Sementara kasih-Nya tak pernah berkondisi?
6. Kalau pada pagi hari Anda bangun dan dihadapan Anda terdapat Alkitab beserta Renungan Harian, lalu di sampingnya tergeletak surat kabar dengan headline Perekonomian Dunia Hancur serta gosip selebritis, manakah yang pertama yang akan Anda baca? Dan setelah Anda membaca keduanya, hal mana yang akan Anda sharingkan pada teman-teman Anda? Bacaan Alkitab atau gosip selebriti?
7. Kalau Anda mengatakan Anda mengasihi Tuhan, mengapa Anda sulit sekali memaafkan orang yang bersalah kepada Anda? Mengapa Anda dendam? Mengapa Anda gengsi? Bayangkan Yesus sebagai Anak Allah, Raja segala raja mau mengampuni dan menghapus dosa Anda dan saya, dengan mati di kayu salib. Bagaimana mungkin, manusia seperti saya dan Anda bisa memiliki perilaku lebih besar dari Raja segala raja untuk tidak mengampuni? Kok bisa, pengampunan Anda itu sudah dibayar lunas, masih mau menagih hutang ke teman Anda untuk sebuah permohonan maaf?
Mungkin sebaiknya saya dan Anda harus menyediakan waktu sejenak untuk menjawab pertanyaan betapa sulitnya mengampuni? Atau mungkin saya dan Anda tidak perlu menyediakan waktu khusus itu, karena saya dan Anda sudah tahu jawabannya? Anda tahu jawabannya apa? Ini jawabannya, “Memang saya lebih besar dari Tuhan. Maaf, ya Tuhan.”
Nah, setelah menjawab, renungkanlah sejenak, mengapa jawaban Anda kesana kemari atau bahkan tidak bisa menjawab. Karena saya dan Anda melanggar aturan main yang pertama. Kita tidak pernah mengasihi Tuhan secara intens dan konsisten. Kasih kita musiman. Jadi, kalau syarat pertama saja dilanggar, membayangkankah Anda apa yang terjadi dengan syarat-syarat di nomor 2 dan 75? Lha wong Tuhan yang menciptakan Anda, yang memberi napas setiap pagi saja tidak pernah Anda kasihi, kok mau mengasihi orang yang tak memberi apa-apa untuk Anda.
Kalau saja Tuhan juga tidak berkonsisten mengasihi Anda, setiap beberapa jam Anda bakal sesak napas. Mati suri dan hidup lagi. Itu mengapa, anda dan saya selalu memperlakukan tuhan yang merupakan Raja segala raja menjadi hamba, dan Anda tentunya saya juga, yang hanya hamba, tetapi memiliki perilaku tuan yang memerintah, yang menyuruh, yang bossy.
Maka, pada bulan kasih ini jangan cepat-cepat membeli kartu valentine, tetapi buru-buru untuk berjanji mengasihi-Nya secara total dan bukan parsial; hanya setahun sekali seperti hari Valentine. Berjanjilah mengasihi-Nya tanpa kata tapi, karena dia tak pernah mengasihi Anda dan saya dengan kata tapi.
Oleh : Samuel Mulia
Renungan Harian edisi Februari 2009
EmoticonEmoticon