Semua orang memanggil nenek tua itu Encim Tung Khe. Padahal nama aslinya adalah Oei Lie Cen dan Tung Khe sendiri adalah nama almarhum suaminya, Enchek Tung Khe. ‘Cim Tung Khe masih keliatan sangat sehat di usianya yang ke 74tahun. Padahal dia sudah punya 5orang cucu hasil pernikahan kedua orang anak laki-lakinya yang masing-masihg tinggal bersama keluarganya di luar negri. Ingatannya masih terbilang sangat bagus dan bahkan tak pikun sama sekali. Hanya saja pendengarannya sedikit agak terganggu. Maka dari itu anak sulungnya memberikan dia alat bantu pendengaran yang setiap saat selalu menempel di telinganya.
Seingat saya, waktu saya masih kecil tiap lewat di depan rumahnya, saya pasti menyapa dia (meskipun hanya sekedar basa-basi saja..) dan dia pasti akan selalu memanggil dan memberikan kue-kue jajan pasar, ataupun uang 100-500perak. Dia adalah nenek yang paling ramah dan paling disegani disekitaran tempat tinggal saya. Hampir setiap perayaan Idul Fitri dan Imlek dia selalu membagi-bagikan kain baju ataupun dodol ke tetangga-tetangga yang dianggapnya perlu tuk diberi.
Suaminya meninggal tahun 1996 karena sakit diabetes yang sudah menahun menjangkiti tubuhnya. Akhirnya ‘cim Tung Khe memutuskan tuk tinggal sendiri tanpa mau ikut dengan anak-anaknya yang sudah menikah. “..embung ngaganggu rumah tangga barudak…(Enggak mau menggaggu rumah tangga anak-anak)” itu katanya.
Cim Tung Khe selalu mengisi hari-harinya dengan beribadah di gereja. Memang daridulu keluarganya adalah keluarga yang taat beragama. Dirumahnya ia hanya tinggal dengan 2 orang pembantu perempuan dan seekor anjing betina bernama Pao-Pao.
Pao-Pao adalah seekor anjing blasteran Pomerian dan anjing kampung, namun rupa dan bentuknya lebih banyak ke anjing pom. Pao-Pao inilah teman satu-satunya tempat dimana biasanya dia berkeluh kesah dan berbagi cerita hari tuanya.
Setiap pagi ‘cim Tung Khe selalu berjalan keliling dengan Pao-pao sambil menyapa para tentangga yang dia temui. Jalannya tidak jauh, hanya satu atau dua blok saja. Lumayanlah tuk perempuan seumuran dia. Kira-kira jam 6.30an dia selalu menyapu halaman rumahnya ditemani oleh si Pao-Pao yang dengan setia duduk di teras rumah menunggu teman tuanya selesai menyapu. Setelah selesai, biasanya cim Tung Khe selalu terlihat bermain-main sambil menyisir dan merapikan bulu si Pao-Pao sambil sesekali “mengobrol” dengannya. Kadang terdengar alunan lagu-lagu gospel dari dalam rumahnya. Jika sore menjelang, cim Tung Khe selalu terlihat di depan teras rumahnya duduk di kursi goyang sambil ditemani Pao-Pao yang kadang-kadang suka terlihat duduk di pangkuannya cim Tung Khe.
Ada kalanya cim Tung Khe jalan kaki pergi ke gereja yang jaraknya hanya beberapa blok dari rumahnya dan si Pao-Pao ini ditinggalkan sendirian dirumah, ditemani kedua orang pembantu rumah tangga si encim. Dan kalau hari itu tiba biasanya si Pao-Pao enggak mau masuk rumah dan selalu terlihat diam di teras rumah menunggu si encim pulang. Kalau sudah begini, biasanya anak-anak sekitar yang liat si Pao-Pao lagi diam sendirian pasti langsung menyoraki,”Yee Pao-Pao ceurik….puas-puas…si encim mah keur ulin ka Cina ‘da (Yee Pao-Pao nangis…puas-puas…si encim tuh lagi liburan ke Cina)”. Dan akhirnya memang meneteslah air matanya si Pao-Pao itu. Tapi ketika si ‘cim Tung Khe pulang, Pao-Pao biasanya langsung bergegas menghampiri sahabat tuanya itu sambil melompat-lompat dan mengibaskan ekornya kesana kemari. ‘Cim Tung Khe biasanya tahu kalau sahabatnya itu baru selesai mengangis. Biasanya dia langsung mengelus-ngelus dan menciumi Pao-Pao sampai tenang kembali.
Pada suatu hari, tidak biasanya si encim tak tampak jalan pagi ataupun menyapu halaman rumahnya. Pao-Pao pun tak tampak keluar dari pintu rumah si encim. Tetangga terdekat sebelah rumahnya pun akhirnya bertanya pada salah seorang pembantunya. Pembantunya bilang kalau ‘cim Tung Khe sedang sakit. Akhirnya berita tersebar di sekitar lingkungan tetangga dan hal ini menyebabkan simpati warga yang mengenalnya secara dekat. Maklumlah, nenek tua ini memang sangat akrab sekali dengan pada tetangganya. Saya dan keluarga pun akhirnya menjenguk ‘cim Tung Khe ini.
Ketika saya masuk ke dalam kamarnya, rupanya cim Tung Khe sedang terbaring lemah tak berdaya dan ditemani oleh si kecil Pao-Pao yang menunggu si encim sampai-sampai tidak mau makan ataupun minum sama sekali. Begitulah kata dua orang pembantunya. Suhu badan cim Tung Khe tinggi sekali dan itu membuat kami khawatir. Salah seorang tetangga kami akhirnya menghubungi salah seorang anggota keluarganya. Kami tidak bisa menghubungi anak-anaknya Karena mereka berdua tinggal diluar negri dan kami memang tidak tau alamat ataupun contact number nya.
‘Cim Tung Khe pun akhirnya dibawa ke salah satu rumah sakit dan harus segera masuk ke ruangan ICU tuk mendapatkan perawatan intensif.
Malang bagi si kecil Pao-Pao.. jangan kan tuk menemani sahabat tuanya. Bahkan untuk menginjakkan kaki di rumah sakit saja dia tidak diperbolehkan. Selama cim Tung Khe dirumah sakit, Pao-Pao diurus oleh kedua pembantu si encim. Mereka pun tidak bisa selamanya menemani Pao-Pao karena mereka harus bergantian ke rumah sakit menjaga majikannya. Pao-Pao terlihat sangat lesu dan tak bergairah. Setiap hari dia hanya diam termenung didepan rumah si encim, menunggu si encim pulang.
Saya pun tersentuh melihat si Pao-pao ini. Saya akhirnya mencoba tuk membawa dia ke rumah dan diurus semampunya. Badannya sangat kurus dan lemah tak selincah biasanya. Ketika saya tanyakan ke pembantu si encim, rupanya Pao-Pao sudah 2 hari tidak mau makan. Dia hanya mau minum susu sapi saja. Kontan saat itu saya langsung memberinya NUTRI PLUS GEL dan coba merangsangnya dengan dogfood kering yang dibasahkan air rebusan daging babi dicampur dengan nasi putih sedikit. Pao-Pao pun mau makan meskipun porsinya masih sedikit. Tapi setelah selesai makan, dia langsung berlari ke gerbang rumah dan minta tuk dibukakan pintu. Kami tentu saja tidak mengijinkan, karena kami pikir dia akan kabur dari rumah.
Kami tidak memperhatikan dia sampai kira-kira jam 18, rupanya Pao-Pao masih saja duduk didepan pintu minta dibukakan pintu gerbang. Tentu saja kami sekeluarga jadi kaget dibuatnya dan bertanya-tanya, kira-kira apa yang diinginkan si Pao-Pao ini. Akhirnya ayah saya memutuskan tuk membawa dia keluar sambil memasangkan tali di leher Pao-Pao dan mengikuti kemana si Pao-Pao akan menuju. Saya pun mengikutinya berdua bersama Bulldog kesayangan saya.
Pao-Pao rupanya menyeret kami ke rumah si encim. Ketika tali lehernya dibuka dia segera duduk di tempat dia biasa mengunggu si encim pulang. Saat itu saya dan ayah saya sampai terharu melihat kesetiaan seekor anjing kecil yang mungkin bagi sebagian orang dia hanyalah binatang yang tanpa arti.
Keesokan harinya, pagi-pagi pukul 7 saya mengangkat Pao-Pao kembali kerumah tuk disuapi makanan dan memberinya susu khusus tuk Puppies. Setelah itu dia segera pulang dengan sendirinya ke tempat biasa dia duduk menunggu sahabatnya pulang. Dan begitu juga dengan sore hari kira-kira pukul 15. Begitulah setiap harinya selama 4hari dia bolak-balik diangkat kerumah saya dan pulang sendiri kerumahnya.
Di hari keempat si encim dirumah sakit, tiba-tiba saya ditelepon tuk segera membawa Pao-Pao kerumah sakit tempat si encim dirawat. Saya berdua bersama ayah saya segera membawa Pao-Pao ke ruang LIONS CLUBS rumah sakit Imanuel Bandung. Ketika tiba di depan rumah sakit, satpam melarang kami masuk membawa Pao-Pao. Saya pun segera menghubungi teman saya, yang kebetulan menjadi dokter disana. Setelah saya menjelaskan duduk perkaranya, kamipun diijinkan masuk dengan syarat “tidak boleh terlihat” oleh siapapun.
Singkat cerita kami berhasil masuk ke kamar 94, menemui cim Tung Khe. Dia terlihat sangat lesu dan menyedihkan sekali. Tampak pula kedua anak dan kedua menantunya yang menjaga bergiliran.
Pao-Pao terlihat senang sekali bisa menemui sahabat tuanya itu. Ekornya dikibaskan kesana kemari dan dia menjilati wajah si encim ketika saya mengangkatnya ke pangkuan si encim. Begitu pula dengan si encim. Senyum kecil terlihat di wajah lemas cim Tung Khe ini.
Sampai kira-kira 1 jam Pao-Pao menjenguk sahabat nya itu, dia tetap menolak tuk digendong. Tangan saya sempat nyaris jadi sabetan giginya. Padahal sebelumnya Pao-Pao tidak pernah menggigit orang sama sekali. Si encim pun bilang ke sahabatnya itu dengan bahasa mandarin. Kira-kira beginilah artinya, ”..Pao-Pao cepat pulang! Sebentar lagi saya juga akan pulang!”.
Pao-Pao pun mau saya angkat pulang kerumah saya. Dan ketika tiba dirumah, dia segera berlari ke rumah si encim yang jaraknya kira-kira 50 meter dari rumah saya, lalu seperti biasanya dia menunggu si encim di pojok biasa sampai pagi menjelang.
Malamnya, dihari yang sama waktu Pao-Pao menjenguk sahabat tuanya, saya mendapat kabar dari tetangga kalau cim Tung Khe telah benar-benar “pulang”. Kami sekeluarga sebenarnya tidak begitu kaget dengan kejadian ini karena kami memang sudah punya firasat tak enak.
Keesokan paginya saya seperti biasanya menjemput Pao-Pao kecil tuk diberi makan. Kata tetangga sebelah rumahnya si encim, Pao-Pao sepanjang malam melolong tanpa henti. Suaranya seperti tangisan yang menyayat hati. Begitulah kata tetangga sebelah rumahnya. Seperti biasanya saya segera membawa Pao-Pao kerumah tuk disuapi. Namun seperti biasanya pula, setiap selesai makan dan minum, dia langsung pulang menunggu si encim di pojok rumahnya.
Kini telah 2 bulan setelah hari pemakaman ‘cim Tung Khe. Saya dan keluarga masih mengurus Pao-Pao. Namun rupanya Pao-Pao ini tidak pernah menganggap rumah kami ini adalah rumahnya juga. Sampai sekarang dia masih saja selalu diam menunggu di depan rumah ‘cim Tung Khe. Padahal rumah itu telah kosong tak berpenghuni dan telah tertempel papan bertuliskan “DIJUAL”.
Teman-teman, ini adalah benar-benar kisah nyata yang terjadi di kehidupan kita. Pao-Pao telah saya adopsi dan saya paksa tuk tinggal disini berteman dengan bulldog-bulldog dan Collie supaya dia bisa belajar melupakan sahabatnya, meski saya tahu bahwa hal itu sangatlah mustahil. Soalnya sampai sekarang dia masih suka kabur ke rumah lamanya….
DOGs ARE ABSOLUTELY A TRUE FRIEND…..
EmoticonEmoticon