Dunia Ini Butuh TUHAN?

PRESTON - Dua bocah yang masing-masing berusia 11 tahun yang menculik, menyiksa dan membunuh seorang bocah lain berumur dua tahun dan masih belajar berjalan. James Bulger, Kamis kemarin dijatuhi hukuman seumur hidup dipenjara khusus anak-anak. Prakiraan semula hukuman yang akan dijatuhi hanya 20 tahun.

Kasus terjadi akhir Februari lalu itu mengejutkan publik dunia dan dianggap sebagai kejahatan anak-anak paling kejam dalam kurun waktu dua setengah abad ini. Hakim Morland memutuskan dua bocah itu, Robert Thompson dan Jon Venables, yang memasuki sejarah kejahatan Kamis kemarin, sebagai pelaku pembunuhan termuda di Inggris dalam waktu dua setengah abad terakhir. Dan kejahatan mereka sebagai "tindakan kejam yang tiada bandingnya dan sadis".

Toh kedua bocah itu tetap saja nekad menyatakan dirinya tak bersalah atas tuduhan hakim.

Menteri Dalam Negeri Michael Howard, yang menyatakan "ngeri" atas kasus itu, memutuskan untuk memenjarakan dua bocah itu dalam unit khusus dan sebuah rencana hukuman akan dirancang, yang akan mentransfer mereka kelembaga rehabilitasi kaum muda bila mereka tumbuh dewasa kelak.

Paman korban, Raya Matthews usai mendengarkan keputusan hakim langsung berteriak : "Bagaimana sekarang rasanya, hei..kamu bajingan cilik ?"

Dua bocah itu tampak terdiam, duduk tak bergeming mendengarkan putusan hakim. Mereka menangis tetapi tangisnya tak digubris pengunjung.

Para pekerja social perawatan anak-anak segera mengawal keduanya dengan cepat keluar dari ruang sidang, menuruni tangga gedung pengadilan dan dimasukkan ke dalam mobil tahanan yang dikerumuni banyak orang. Keduanya langsung dilarikan ke penjara di mana selama ini mereka mendekam sejak peristiwa pembunuhan bulan Februari lalu.

Drama kejahatan yang terjadi di kota Preston di Inggris bagian utara itu, telah menimbulkan kesedihan mendalam pada keluarga-keluarga Korban dan menimbulkan keprihatinan pada keluarga pelakunya. Namun berita itu muncul sebagai berit utama di berbagai surat kabar di seluruh dunia.

Hakim Morland, yang menyatakan "eksploitasi kekerasan dalam film video boleh jadi menjadi bagian dari ulah kedua bocah itu," menghukum Keduanya atas titah Ratu Inggris. Dan hukuman seumur hidup terhadap pelaku kejahatan termuda itu baru pertama kalinya dikeluarkan dalam sejarah Inggris.

Ibu James, Denise Bulger, saking sedih dan marahnya atas kelakuan dua bocah itu, mengharap mereka dimasukkan saja ke balik teralis besi Campur bersama narapidana dewasa.

"Saya anggap, kini mereka telah mulai masuk pada bagian terberat dalam hidup ini, yakni dijebloskan dan terkunci di balik sel. Untuk apa yang telah mereka lakukan, mereka mesti dijebloskan di dalam sebuah sel bersama semua penjahat lain - saya tak urusan berapa usia mereka".

Ibu Thompson, salah satu pelaku, masih tampak sulit menerima kenyataan bahwa anaknya yang tampaknya montok dan berbola mata gelap itu, yang wajahnya dipajang di halaman depan berbagai Koran edisi Kamis kemarin, ternyata seorang pembunuh kejam.

"Dia (Thompson) memang telah menceritakan kebohongan-kebohong an, namun dia juga mengungkapkan kebenaran tentang suatu hal sejak awal hingga akhir - dia tak membunuh bayi itu," kata Anne Thompson kepada para wartawan setelah usainya persidangan yang memakan waktu 17 hari itu.

Selama masa persidangan itu, para pengunjung pengadilan dibuat merinding bulu kuduknya saat mendengarkan runtutan tragedy itu.

James Bulger diajak pergi pergi meninggalkan ibunya yang lagi belanja di sebuah supermarket pinggiran kota Liverpool oleh Thompson dan Venables (waktu itu usianya baru 10 tahun). Waktu itu ibunya tengah memilah-milah daging yang mau dibelinya. Mereka menyeret dan mendorong bocah yang lagi belajar berjalan itu. Sejak keluar dari supermarket, James Bulger meraung-raung mencari ibunya. Namun di sepanjang jalur rel kereta api sejauh empat kilometer yang sepi, James diseret dan ditendangi tanpa belas kasihan.

Di sana, menurut kesaksian dalam masa persidangan selama 17 hari itu, Thompson maupun Venables menghantamkan batu bata, batu,kayu dan potongan besi ke arah kepala James. James yang belum tahu apa-apa itu masih terus ditendangi sekalipun telah mandi darah. Mata bocah balita itu pun disiram cat dan ketika akhirnya terbunuh, kedua bocah itu meletakkan mayat James di atas rel kereta api yang mengakibatkan mayat itu terbelah dua bagian akibat terlindas kereta api barang. Mayatnya ditemukan dua hari kemudian, dan kedua pelaku pembunuhan itu ditangkap di rumahnya seminggu setelah kejadian. Keduanya berhasil dilacak melalui rekaman video pemantau keamanan supermarket.
Pengacara Dominic Lloyd yang mewakili Thompson, menyatakan bocah itu sekarang "mulai menjalani hidup baru di dalam kegelapan yang ia Ciptakan sendiri setelah pembunuhan itu". "Dia memiliki kisah abadi, ketika keduanya diangkut di dalam mobil tahanan dan dilempari batu oleh massa ketika hadir di pengadilan untuk sidang. Ia juga tak akan pernah lupa akan teriakan cemoohan yang dilontarkan sesama bocah. Dia harus berbahagia tinggal di mana dia sekarang berada,karena tak langsung dihukum mati".

Para detektif yang menginterogasi kedua bocah itu sebelum proses pengadilan, menggambarkan mereka layaknya setan yang berulah dengan membunuh orang hanya demi kesenangan semata. Motif dan brutalitas pembunuhan tersebut telah mengundang reaksi massa di Inggris dan di luarga negeri, di mana gambar-gambar rekaman kamera pemantau keamanan
yang menunjukkan James tengah digelandang dua bocah itu menuju kematiannya, disiarkan di jaringan televisi multi internasional.

Serangan atas bocah itu yang tak jelas tujuannya tersebut telah membangkitkan pertanyaan yang tak terjawab tentang kenakalan remaja dan mengapa kejahatan semacam itu bisa terjadi. Baik Robert Thompson maupun Jon Venables ternyata berasal dari dua keluarga yang broken home. Dan memang sering melakukan tindak kriminal,suka mengutil, suka berlagak jagoan, serta senang membolos sekolah.

Lingkungan tempat permainan keduanya memang buruk. Setelah ayah Thompson meninggalkan ibunya dan enam saudaranya yang lain dan setelah rumahnya terbakar habis, mereka pindah kerumah penampungan, di mana Robert Thompson kian jahat perangainya. Dia mempecundangi adiknya sendiri, membangun reputasi sebagai pelajar yang malas, suka memanipulasi dan secara alamiah liar. Para tetangganya mengatakan Thompson suka menjerat burung-burung dan memenggal kepala unggas tangkapannya itu. Ibunya kehilangan kendali dan akhirnya semua anaknya terjerumus ke jurang kegelapan. Jon Venables dikenal di sekolah sebagai bocah yang suka mengganggu dan mengacau. Dia suka memukul dari belakang, menggoyang kursi pelajar lain, membuat suara gaduh.Suka melukai diri sendiri dengan gunting,melukaitema n-temannya dan gurunya dipecundangi Orang tuanya pun pasrah.

Thompson dan Venables memang rekan sekelas yang sehobi. Hari-hari ini pun, rakyat Inggris dihadapkan pada arus kemungkinan munculnya kejahatan anak-anak lainnya, yang muncul dari keluarga yang retak dan cerai. Juga kekerasan yang banyak tersaji dalam permainan video atau film video yang disebutkan hakim sebagai salah satu factor penyebabnya, mulai banyak disorot publik.



Renungan: Beban Sebuah Dosa

Seorang pendeta berdiri di pinggir jalan di dekat sebuah halte bus. Tak henti-hentinya ia berteriak: “Siapa yang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, maka ia akan diselamatkan.
Ia juga meneriakan agar semua manusia bertobat dan tak berbuat dosa.
Tiba-tiba seorang anak muda datang dan berdiri di depannya lalu bertanya; “Bapak pendeta; Anda mengatakan bahwa semua manusia adalah orang-orang berdosa tanpa terkecuali. Membawa serta dosa dalam diri sendiri sama dengan memikul sebuah beban yang amat berat. Namun saya tak pernah merasakannya sedikitpun. Katakanlah padaku, berapa berat sebuah dosa itu? Lima kilo? Sepuluh kilo? Atau seratus kilo?
Sang pendeta memperhatikan anak muda tersebut dengan seksama lalu balik bertanya; “Bila kita meletakan 500 kilo beban ke atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban yang dipikulnya itu berat?
Dengan cepat dan pasti anak muda tersebut menjawab; “Tentu saja tidak!! Ia pasti tidak merasa berat karena ia telah mati.
Sang pendeta mengagumi anak muda tersebut. Sambil tersenyum ia menjawab; “Hal yang sama terjadi pada kita. Kita tentu tak merasa bahwa beban dosa yang kita pikul itu berat. Karena pada saat kita berada dalam dosa, saat itulah kita sebetulnya telah mati.

Bila anda masih mampu merasa sakit berhadapan dengan dosa-dosa yang anda perbuat, maka bersyukurlah karena Roh Kudus sedang bekerja dalam diri anda untuk mengingatkan anda untuk tak berbuat dosa lagi. Namun bila suatu saat anda tak merasa bersalah sedikitpun saat berbuat dosa, maka saat itu sebetulnya anda telah mati.

Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.(1 Yohanes 3: 6)
Previous
Next Post »