Triangulation

Triangulation berarti “menyampaikan keluhan atas seseorang kepada pihak ketiga, bukan kepada yang bersangkutan”. Mengacu pada pengertian ini, mungkni kita semua pernah terlibat di dalamnya. Atau, mungkin kita sedang dalam suatu triangulation yang belum tuntas. Entah sebagai pihak pertama, pihak kedua, pihak ketiga, atau perpaduan ketiganya.

Triangulation biasanya terjadi karena seseorang khawatir menyampaikan keluhan secara langsung kepada yang bersangkutan. Takut menerima reaksi yang tidak menyenangkan. Atau, terlalu pesimis orang itu tidak akan mendengarkan. Atau, ini sudah merupakan “hobi”. Padahal triangulation dapat memicu beredarnya gosip dan rumor. Juga dapat menimbulkan konflik, bahkan kekacauan yang tak terkendali.

Untuk membedakan tiga pihak yang terlibat dalam triangulation, masing-masing akan kita sebut P1 (sasaran keluhan), P2 (yang mengeluhkan P1), dan P3 (perantara P1 dan P2). Berikut ada empat saran praktis. (Uraian singkat tentang topik ini lihat The Lutheran Handbook for Pastor, 2006).

1. Menghindari Triangulation
Sedapat-dapatnya, kita menghindari triangulation dalam komunitas kerja, jemaat, dan keluarga. Jika bermasalah dengan seseorang (P1), kita sebaiknya berbicara langsung kepada yang bersangkutan. Mari pertimbangkan beberapa hal ini:

  • Dalam hidup sehari-hari, hindari terlalu banyak mengeluh dan mepercakapkan hal-hal sepele secara mendalam. Kita hendaknya membicarakan hal-hal penting dengan serius dan jangan menganggap serius hal-hal sepele.
  • Sebaiknya kita temui P1 dalam kasih persaudaraan. Kasih itu akan memengaruhi kata-kata dan cara kita berkomunikasi. Tak ada yang terlalu sulit bagi orang yang mengasihi.
  • Cari waktu dan situasi yang tepat, seperti saat mood P1 dalam kondisi baik. Orang cenderung menolak kebenaran jika menghadapi situasi kondisi, dan cara yang tidak tepat.
  • Mohon hikmat Tuhan saat menyampaikan permasalahan. Hikmat selalu berisi semangat penyelesaian masalah tanpa menambah atau memperparah masalah.
  • Jika yang kita sampaikan berkaitan dengan kritik, kita hendaknya memilih kata-kata yang lebih konstruktif, bukan ofensif. Misalnya, jika hendak menegur sifatnya yang pemarah atau pemberang, jangan katakan, “Saya sangat membencimu, karena kau terkenal sebagai pemarah uluh.” Sebaliknya, sampaikan harapan yang tulus, “Saya akan sangat menghargai dan berterima kasih jika kau lebih lemah lembut dalam bersikap dan berkata-kata!” Pesannya sama, tetapi yang terakhir lebih meneguhkan dan membawa perubahan tanpa mengorbankan kebenaran dan persahabatan. Kita membenci “sifat pemarahnya”, tetapi mengasihi orangnya.

Dalam berjemaat, kita bisa berjumpa orang-orang sulit, troublemaker, pengadu domba, dan sebagainya, yang menghalangi terciptanya kesatuan dan kedamaian jemaat. Firman Tuhan dalam Matius 18:15-17 kiranya menjadi pedoman kita :

Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan. Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.

Ayat-ayat ini dapat diterapkan apa adanya, tanpa tafsiran atau penjabaran panjang lebar. Tentu dengan kasih persaudaraan seperti yang sangat ditekankan dalam pengajaran Tuhan Yesus.

2. Menghadapi Triangulation Dengan Kasih
Jika seorang P3 menjumpai kita dan berkata, “Banyak orang mengeluhkan sikap dan perbuatan Anda” atau “Seseorang meminta saya menyampaikan keluhannya tentang Anda”, kita hendaknya mendengarkan sepenuh hati dan menerima informasi selengkap dan sejelas mungkin. Kemudian kita bisa menanyakan nama-nama (P2) yang dimaksud. Sekiranya orang itu tidak mau memberi tahu, kita tak perlu bereaksi berlebihan atau berusaha mempertahankan diri sambil menyerang. Kita cukup merenungkan dan memperbaiki diri jika benar, atau melupakannya jika itu tidak benar. Ungkapkan penghargaan kita kepada P3 atas niat baik dan kepeduliannya.

Jika P3 memberitahukan nama orang yang melakukan triangulation terhadap kita, sebaiknya kita menemui P2. Tanyakan mengapa ia segan atau takut berbicara kepada kita. Dan yang terpenting, kita memasuki inti masalah dengan kasih persaudaraan. Jika keluhannya benar, kita perlu mengekspersikan rasa terima kasih karena ia menolong memperbaiki kelemahan kita. Namun, jika yang dikeluhkannya tidak benar, kita dapat memberi penjelasan secukupnya tanpa menyerang tau menjadi berang.

Penolakan seseorang pada keluhan orang lain yang mengandung kebenaran, biasanya karena orang itu terlalu memusatkan diri pada “harga diri” yang keliru, harga diri polesan dan hasil manipulasi. Padahal saat seseorang mengakui kelemhannya dan berkomitmen memulai sesuatu lebih baik, justru di situlah tampak “harga diri” yang sesungguhnya yang menerima kelemahan, tetapi mau serta mampu mengubah diri.

3. Memikul Tanggung Jawab
Jika P2 datang kepada kita dan meminta kita menjadi P3 dalam triangulation, kita dapat mendorongnya berbicara langsung kepada yang bersangkutan (P1). Jika ia tetap tidak mau atau belum mampu menyampaikan langsung dengan alasan yang masuk akal, padahal yang dikeluhkannya benar dan sangat perlu diketahui P1, kita dapat menyampaikannya. Bukan karena ada orang yang menyampaikannya kepada kita, tetapi karena kita sadar masalah itu perlu disampaikan.

Sebelum menyampaikannya ke P1, kita mesti “menyampaikannya” kepada Tuhan melalui doa. Meminta hikmat Tuhan agar “misi” kita mencapai tujuan. Dengan demikian, itu memurnikan motivasi kasih kita demi kebaikan. Jika seseorang tahu dan merasakan bahwa kita mengasihinya, ia akan menerima apa yang kita sampaikan. Meski pahit, ia akan menelannya sebagai obat dan pemulih hubungan dengan orang lain.

Yang perlu dihindari adalah godaan melakukan triangulation baru. P2 yang datang kepada kita, malah kita jadikan P1. Misalnya dengan mengatakan, “Ada yang menyampaikan keluhan tentang Anda, tetapi tidak berani mengatakannya. Jelas ia tidak berani, karena ia punya lebih banyak kelemahan dari Anda. Dialah yang perlu berkaca diri.”

4. Triangulation yang Dibenarkan
Barangkali triangulation yang dibenarkan berkaitan dengan kehidupan berbangsa atau berorganisasi berskala besar, dimana masyarakat atau anggota suatu organisasi tidak memiliki akses langsung kepada para pemimpin selain melalui jalur perwakilan, melalui media massa atau tulisan. Disini kita tak dapat mengulasnya secara tuntas. Namun, perlu ditekankan bahwa dalam triangulation yang satu ini hendaknya semua pihak berfokus pada penyelesaian masalah, bukannya malah memperkeruh suasana. Itu bisa terjadi jika semua pihak mau mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi semua dan dalam koridor kebenaran. Di dunia ini tidak ada “sistem” yang sempurna, tetapi selalu ada kesempatan untuk melakukan peningkatan atau perbaikan.

Oleh : Victor Tinambunan

Sumber : Renungan Harian Edisi Agustus 2009

Previous
Next Post »