Rumah Di Balik Rumput Liar

Ada dua orang anak kecil yang sedang berjalan di suatu jalan yang berdebu. Mereka menemukan sebuah bangunan tua dengan jendela-jendela yang pecah kacanya. Warna dindingnya sudah amat kusam dan rumput sudah tumbuh tinggi mengelilingi bangunan tua itu. Kedua anak itu tetap ingin memasuki bangunan itu. Mereka membuka pintunya yang hampir tak dapat dibuka karena engselnya sudah rusak.

Ternyata bangunan itu adalah sebuah gereja yang sudah lama tidak digunakan lagi. Bangku-bangkunya penuh dengan debu dan kotoran, sedangkan meja mimbarnya masih terdapat sebuah Alkitab di atasnya. Disamping itu juga masih terdapat kantong kolekte dan beberapa buku puji-pujian di atas lantai. Agaknya gereja ini ditinggalkan dengan tergesa-gesa. Di sudut sana masih terdapat sebuah piano yang ketika itu pasti masih dapat mengeluarkan banyak sekali puji-pujian yang merdu. Kemudian kakak beradik, Billy dan Tommy, memandang satu dengan yang lain.

“Mengapa kita tidak membersihkan gereja ini?”

Mulailah mereka menyapu dan mengepel lantainya serta mengumpulkan kaca-kaca yang pecah. Selanjutnya mereka memotong rumput yang sudah terlampau panjang. Akhirnya mereka menggantung kembali papan nama gereja yang sudah jatuh di antara rerumputan itu.

Selanjutnya mereka pulang. Ternyata ayah mereka sudah tidak nampak lagi, sedangkan ibunya berada di belakang menangis karena ayah mereka menyakitinya seperti biasa.

“Mama, janganlah menangis, hapuslah air matamu, mama”, kata si kecil Billy, ” sebab kami punya sebuah kejutan jaraknya sekitar 1,5 km dari sini”, sambung Tommy.

Mereka menarik tangan ibunya sehingga membuat ibu mereka berlari dengan mereka. “Ada apa, sih, apa yang kalian telah lakukan?”, tanya ibu mereka.

Akhirnya mereka sampai di bangunan tua yang tersembunyi di balik rerumputan liar itu. Dan di tempat itulah mereka berdiri di depan sebuah gereja dusun yang nampak seperti sedia kala.

“Mam, mengapa mama menangis?”, tanya anak-anaknya.

“Kami mengira telah membuat mama senang.”

Ibu mereka menjawab, “Memang anak-anakku, sekarang diamlah dan dengarkanlah dengan seksama.”

Mereka semua diam, dan terdengarlah oleh mereka suara seseorang dari dalam gereja itu. Suara ayah mereka yang sedang berdoa dengan kepala tertunduk.

“Ampunilah aku, ya Tuhan! Ampunilah aku! Aku tidak layak menerima kasihMu! Berikanlah aku TerangMu supaya aku dapat keluar dari kegelapan untuk memperoleh keselamatanMu. Aku telah tersesat dan telah menjalani hidupku dengan salah, sampai aku menemukan gereja ini, tempat di mana semestinya aku berada. Berkatilah, Tuhan berkatilah mereka yang telah membuatku melihat kembali gereja kecil yang tersembunyi di balik rerumputan liar ini.”

Kemudian ia menengadahkan kepalanya dan kedua tangannya terangkat untuk mengundang dua anak kecil dengan wajah kotor disertai istrinya yang mendampingi mereka. Mereka berlari menubruk ayah sekaligus suami dalam satu pelukan erat sambil mengeluarkan air mata.

“Janganlah khawatir, anak-anakku, aku kini bukan lagi ayah kalian yang dulu kalian kenal. Sekarang, segala sesuatu telah menjadi lain. Bersuka citalah dan marilah kita mengumpulkan orang-orang supaya mereka mau mengunjungi gereja kecil ini lagi.”

Mereka berbahagia, karena Tuhan telah mengembalikan ayah mereka, dan itulah yang lebih berharga dari pada seluruh emas di dunia. Pada hari Minggu, semua bangku penuh dengan pengunjung dan semua terlihat bergembira, terutama dua orang anak kecil yang telah menemukan gereja tua di balik rerumputan liar ini yang tak terlihat oleh orang.

Tidak ada sesuatu yang sukar dicari… bila anda berjalan dengan Terang Bapa Surgawi!

Penulis: Sherri Puckett
Mayfield, Ky

Previous
Next Post »