Turut Kehilangan

Nats : Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (Filipi 1:21)

Bacaan : Filipi 1:20-26

Pada sekitar abad ke-2 ada seorang yang bernama Aristides yang menulis kesaksian demikian tentang cara hidup orang kristiani pada zaman itu demikian: "Apabila ada di antara mereka yang meninggal, mereka tidak mengantar jenazah dengan ratapan dan tangisan, tetapi justru dengan nyanyian dan pujian. Mereka melakukannya seolah-olah sedang menghantar orang yang berpindah tempat; dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik."

Dalam perspektif iman kristiani, kematian hanyalah akhir dari kehidupan di dunia ini, sekaligus merupakan awal kehidupan baru dalam kekekalan. Kematian bisa diumpamakan sebagai orang yang membongkar kemah tempat tinggalnya (2 Korintus 5:2,4). Lalu ia pergi ke tempat baru, mendirikan kemah baru di sana, dan memulai lagi kehidupan yang baru.

Itulah sebabnya, seperti dikatakan oleh Rasul Paulus bahwa "hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan" bagi orang-orang yang hidup di dalam Kristus, maka kematian bukan lagi sesuatu yang menakutkan dan karenanya perlu diiringi dengan ratapan. Namun, kematian adalah sebuah "jalan" untuk hidup bersama-sama dengan Kristus. Kalaupun kita menangis, itu lebih karena diri kita yang kehilangan atau keluarga yang ditinggalkan. Sementara saudara yang meninggal itu sendiri sudah berada di tempat yang lebih baik.

Jadi, sebetulnya tidak tepat mengiringi seseorang yang meninggal dengan ucapan, "Turut berdukacita." Ucapan tersebut tidak mencerminkan iman kristiani. Untuk menyatakan empati dan simpati kepada keluarga, jauh lebih tepat bila kita mengucapkan: "Turut merasa kehilangan" —AYA

HIDUP DI DUNIA ADALAH KESEMPATAN UNTUK MENGUMPULKAN
BEKAL BAGI KEHIDUPAN KEKAL NANTI

SABDA.org

Previous
Next Post »