Segala Sesuatu Indah Pada WaktuNya

Semuanya bermula pada hari Sabtu bulan Juli tahun 1995. Waktu itu saya sedang membaca buku di tempat tidur (di Jakarta), ketika di hadapan saya salib Tuhan Yesus dan tasbih milik anak-anak (yang pada waktu itu beragama Islam) mendadak jatuh di lantai lepas dari dinding. Anehnya, salib tersebut jatuh di atas tasbih sehingga tasbihnya putus dan biji-bijinya berserakan kemana-mana di lantai. Tasbih dan salib itu sudah 15 tahun tergantung di dinding dan pakunya tidak pernah lepas. Waktu itu saya hanya dapat berpikir, "Ya Tuhan, pertanda apakah ini, apa yang akan terjadi?"

Hati saya sangat gundah dan pikiran saya langsung melayang ke Diana, anak saya yang kedua. Malam sebelumnya Diana baru minta izin untuk pergi scuba diving di pulau Catalina dekat Los Angeles. Waktu dia minta izin, sesungguhnya saya tidak setuju, karena Diana akan pulang seminggu lagi untuk berlibur ke Manado untuk diving di Bunaken. Karena dia mengatakan harus pergi ke Catalina untuk ujian sertifikat divingnya yang kedua, dengan hati berat saya izinkan juga. Reaksi pertama saya setelah salib jatuh saya langsung telpon ke Amerika untuk melarang Diana pergi. Telpon saya dijawab oleh Ruby, adik Diana, yang mengatakan bahwa Diana baru saja didrop di dermaga, dan kapalnya sekarang sudah berangkat ke Catalina. Setelah itu saya hanya dapat menunggu dan berharap agar semuanya beres.

Ternyata perasaan saya benar. Hari Minggu keesokan harinya saya ditelpon oleh Monika, anak saya yang tertua, bahwa Diana telah mengalami kecelakaan tenggelam pada saat sedang ujian diving. Sejak itu seluruh hidup saya berubah. Selama ini saya adalah orang Kristen yang sebelum menikah rajin ke Gereja dan berdoa, tetapi karena perkawinan saya dengan orang beragama Islam, semua nilai-nilai itu menjadi pudar. Saya jadi malas ke Gereja, malas berdoa sebelum makan, dan saya merasa cukup dengan hanya membaca Alkitab dan berdoa di rumah. Bahkan setelah berceraipun saya masih malas ke gereja.

Sebelum saya berangkat ke Los Angeles untuk menjenguk Diana, sahabat saya yang bernama Lily, yang pernah kehilangan anak karena kecelakaan, mengingatkan saya, "Kamu jangan seperti saya hanya berpasrah dan berharap waktu anakku sakit. Kamu harus berdoa dan mohon kepada Tuhan untuk kesembuhan anakmu". Saya langsung mengikuti nasihat yang berharga itu. Saya mulai berdoa dan meminta dengan tekun kepada Tuhan sampai saya merasakan ketenangan yang luar biasa dan ketakutan saya hilang.

Mendadak saya merasakan suatu kekuatan iman yang luar biasa meskipun kondisi Diana sangat parah pada waktu itu. Diana sempat mendapat light stroke dan pneumonia. Pernapasannya dibantu dengan mesin pengganti paru-paru karena paru-parunya mengalami pendarahan di dalam (internal bleeding) dan hanya berfungsi 30 persen. Hidupnya tergantung dari 11 pipa selang, dimana diantaranya sebuah selang di dalam tenggorokannya yang memompa darah keluar dari dalam paru-parunya. Angka-angka monitor juga sudah sangat kritis, detak jantungnya terlalu cepat untuk ukuran normal. Menurut team dokter seseorang dalam kondisi seperti itu seharusnya sudah dalam koma, dan mereka begitu heran badannya begitu kuat bisa bertahan sehingga masih sadar. Setiap kali saya tanya ke kepala team dokter, jawabannya selalu sama, yaitu "we cannot promise you anything, but we are trying our best. It is already a miracle she's not in coma, but maybe it's because she's still young and very very strong."

Baru belakangan saya menyadari bahwa ini semua terjadi karena Tuhan sedang berkarya dan berencana dalam keluarga saya. Untung waktu itu Diana dalam keadaan sadar sehingga kami sekeluarga bisa berkomunikasi lewat tulisan. Saya masih ingat pada suatu saat dai bangun ketakutan dan menulis bahwa dia bermimpi terkunci dalam suatu ruangan dan tidak bisa keluar, dan hanya mama (saya) yang bisa mengeluarkan dia dari kamar gelap tersebut. Disitulah saya sadar bahwa sayalah satu-satunya orang yang dapat mengajarkan Diana jalan terang Kristiani yang dapat membantunya di saat-saat gelap ini.

Dan semua ini terwujud pada hari kelima sore hari, dimana dokter sudah angkat tangan dan memberi tanda bahwa Diana tidak dapat bertahan lebih dari 24 jam. Waktu itu teman-teman Diana dari sekolah semunya datang untuk menjenguk dan "pamitan" dengan Diana. Dianapun kelihatannya menyadari keadaannya. Pada beberapa kawan Diana menyampaikan teriman kasih dan secara khusus minta maaf. Suasana sangat mengarukandan semua menangis karena sudah merasakan saatnya untuk "berpisah".

Ketika semua tamu sudah pulang dari ICU, yang tinggal hanya saya dan David, salah satu sahabat karib Diana. Kami berdua kaget ketika mendadak Diana ingin bangun dari tempat tidur dan tangan kanannya meraih dan menggapai ke depan seolah-olah ingin menyentuh sesuatu. Diana tersenyum dan matanya bersinar-sinar. Saya berkata,"Di, jangan bangun nanti selang-selang di badan terlepas."

Saya mendorong badan- nya ke tempat tidur, tapi dia bangun lagi dan dengan tersenyum ingin meraih "sesuatu" di depannya. Akhirnya saya mengambil kertas dan meminta Diana menulis apa
yang ia inginkan. Dia menulis, "Di pojok kamar berdiri Tuhan Yesus dan di sekelilingnya berdiri orang-orang penting. Di tengah-tengah ruangan ada malaikat-malaikat menari-nari." Diana tersenyum terus ke pojok ruangan tapi saya dan David tidak dapat melihat apa-apa. Kemudian tanpa saya sadari, saya bertanya kepada Diana, "Di, apakah kamu sudah siap untuk dibaptis?" Diana menulis, "Yes, and please let me become a Christian and be baptized".

Malam itu juga kami mengurus pembaptisannya dan pagi harinya Diana dibaptis. Pembaptisan Diana sangat mengharukan terutama pada saat Diana minta izin kepada bapaknya untuk dibaptis. Pada saat masih di SMA, Diana sempat mengutarakan keinginannya untuk dibaptis. Tetapi karena bapaknya keberatan, Diana tidak jadi masuk Kristen. Kalau saya ingat sekarang, saya merasa di sinilah Tuhan bekerja. Saat Diana di rumah sakit, bapaknya mengijinkan Diana untuk dibaptis, mungkin karena merasa itu adalah "permintaan terakhirnya."

Sehabis dibaptis keadaan Diana tiba-tiba mulai membaik. Tim dokter sampai heran dan berkata "we thought she was going to die". Mereka berkata bahwa kemajuan kondisinya yang secara tiba-tiba tidak dapat dijelaskan secara medis. Tiga hari setelah dibaptis, Diana dapat bernapas tanpa bantuan mesin pengganti paru-paru. Keesokan harinya selang di tenggorokannya dicabut dan Diana dapat berbicara lagi. Beberapa hari setelah itu keadaan Diana menunjukkan kemajuan yang luar biasa sampai tim dokter memutuskan untuk memindahkan Diana dari ICU ke kamar biasa. Setelah Diana dirawat di kamar biasa selama seminggu, Diana diijinkan pulang dari rumah sakit oleh dokter.

Pembaptisan Diana mengingatkan saya pada kehadiaan saat Diana masih SD. Saat itu Diana masih beragama Islam dan sangat tekut menjalankan agama Islam. Suatu hari, Diana datang kepada saya dan berkata bahwa dia mengalami mimpi yang sangat aneh. Dia bermimpi bahwa dia bertemu Tuhan Yesus, dan dalam mimpinya dia berkata kapada Tuhan Yesus bahwa dia ingin mengikutiNya. Tuhan Yesus hanya tersenyum dan mengatakan bahwa sekarang belum waktunya, suatu saat Tuhan Yesus akan datang kembali untuk menjemput Diana untuk mengikutiNya. Diana bercerita bahwa dia mendapat mimpi yang sama 2 kali. Dia heran mengapa sebagai orang beragama Islam mendapat mimpi seperti itu. Saat itu saya berkata kepada Diana bahwa mungkin mimpi itu berarti bahwa Dia harus masuk Kristen dan mengikuti Yesus.

Kejadian ini merubah hidup saya. Saya baru menyadari betapa Tuhan selalu setia kepada saya dan keluarga saya, bahkan ditengah-tengah ketidaksetiaan kami. Saya merasa Tuhan menepati janjiNya ke pada Diana, menolong Diana dan menjemputnya untuk mengikutiNya.

Kemurahan Tuhan tidak berhenti di situ saja. Tuhan menggerakkan hati anak saya Ruby, yang masih Islam. Mula-mula, Ruby mulai ikut ke gereja dengan Diana. Kemudian Ruby mulai turut aktif dalam kegiatan gereja, sampai akhirnya tergerak hatinya untuk dibaptis tahun lalu. Anak saya yang tertua, Monika, juga akan dibaptis bulan Mei tahun ini.

Sampai sekarang saya masih sering heran bila mengingat bagaimana Tuhan bekerja dengan luar biasa terhadap saya dan keluarga saya. Setiap hari saya berterima kasih kepada Tuhan atas kemurahan berkat karuniaNya dan untuk membuat segala sesuatu indah pada waktuNya bagi keluarga saya.

Ditulis Oleh : Widyawati Deborah Sondakh
Maret 2000
Previous
Next Post »