Hallo, Tuhan!

Seperti biasa, sebelum tidur malam, aku selalu mengontak Tuhan dengan telepon sambungan khusus yang bisa bercakap-cakap dengan Tuhan secara langsung. Seperti malam ini juga, aku yang telah bersiap-siap untuk pergi tidur, tidak lupa terlebih dahulu memencet nomor telepon yang telah kuhafal.

Kring….. kring …….

Tuhan : Hallo?
Aku : Hallo, Tuhan!
Tuhan : Oh , hallo, anak-Ku. Ada kabar apakah hari ini?
Aku : Tuhan, tadi aku ikut ayah ke acara malam amal guna menghimpun dana bagi pembangunan gereja. Banyak sekali yang datang. Sepertinya mereka bukan orang biasa-biasa saja, Tuhan. Dan ternyata memang benar, Tuhan. Itu kuketahui saat acara penyerahan sumbangan. Mereka beramai-ramai menuliskan sejumlah uang dan maju untuk diserahkan. Dimulai oleh Pengusaha E dari PT. Maju Mundur menyumbang 35 juta. Manager B dari PT. Angin Ribut sebesar 50 juta. Bapak K dari Pabrik Suka Ramai memberikan 72 juta. Lalu Bapak C, Dirut PT. Kocok-Kocok menyerahkan 90 juta. Yang paling menghebohkan adalah ketika Mr. Y dari Inggris memberikan sumbangan sebesar $ US 25.000,- atau senilai 250 juta rupiah! Wah, tepuk tangan sontak membahana dalam ruangan itu, Tuhan. Dan sebagai rasa terima kasih, Mr. Y-lah yang diberi penghormatan untuk meletakkan batu pertama pembangunan gereja itu
Tuhan : Berarti cukup banyak juga dana yang terkumpul?
Aku : Iya, Tuhan.
Tuhan : Lalu bagaimana?
Aku : Ya setelah tepuk tangan itu berhenti, tiba-tiba ada seorang bapak tua yang maju. Pakaiannya biasa-biasa saja dan tampak lusuh. Banyak orang berbisik-bisik dan saling pandang kira-kira berapa yang akan diserahkannya. Apakah bisa melampaui yang diserahkan oleh Mr. Y.
Tuhan : Berapa yang dia berikan?
Aku : Ternyata bapak itu hanya memberi sumbangan sebesar 1 juta, Tuhan.
Tuhan : Lalu?
Aku : Ya… bisa ditebak Tuhan, seluruh ruangan terdiam bahkan pembawa acaranya pun seolah kehilangan kata-kata dan tertegun selama beberapa saat hingga akhirnya dia tersadar setelah bapak itu berbalik kembali ke kursinya. Kemudian pembawa acara itu mengucapkan terima kasih serta memohon hadirin untuk memberi tepuk tangan. Tapi sungguh ironis, Tuhan, sambutan mereka tidak sehebat saat Mr. Y. yang maju. Bahkan terkesan mengejek. Orang-orang di sebelahku pun saling berbisik, kalau hanya segitu saja aku juga bisa.
Tuhan : Tapi apakah mereka juga berani maju seperti bapak itu
Aku : Kelihatannya tidak, Tuhan. Bahkan sampai akhir acara mereka tidak terlihat berdiri dari tempat duduknya.
Tuhan : Lalu apa yang bisa kau petik dari kejadian itu, anak-Ku?
Aku : Ternyata untuk membangun rumah-Mu pun sekarang sudah dibisniskan, ya Tuhan, bahkan mereka berlomba-lomba untuk mencari nama dengan jor-joran menyumbang. Mereka sepertinya meminta pamrih atas apa yang telah dikeluarkannya, padahal belum tentu itu dari uang mereka sendiri, bisa jadi dari uang perusahaan. Bahkan ukuran yang mereka pakai sekarang adalah uang, Tuhan. Nyatanya saat bapak tua itu yang maju, mereka mencemoohnya.
Tuhan : Engkau benar, anak-Ku. Padahal dari semua yang telah mereka berikan, sesungguhnya persembahan bapak itulah yang paling berkenan kepada-Ku. Jika yang lain memberi dari kelebihan mereka, bapak ini memberi dari kesederhanaannya. Andai kau tahu, anak-Ku bapak itu adalah seorang pedagang sayur keliling yang telah menyisihkan sebagian labanya yang tidak seberapa itu selama bertahun-tahun untuk diserahkannya bagi pembangunan rumah-Ku. Aku lebih menyayangi dan memberkatinya sehingga walaupun hidupnya dalam kesederhanaan namun dia selalu bersukacita.
Aku : Lalu apa upah bagi mereka yang lain, Tuhan?
Tuhan : Sesungguhnya mereka telah mendapatkan upah sesuai perbuatan mereka. Namun tidak ada damai sejahtera bagi mereka karena lebih menyayangi harta duniawi dan tidak mencari harta surgawi. Nah, anak-Ku, kau telah belajar banyak hari ini. Dan kini kau tahu apa yang lebih menyenangkan hati-Ku. Berlakulah seperti yang telah Kukatakan. Aku akan selalu menyertaimu. Selamat malam dan selamat tidur.
Aku : Selamat malam, Tuhan.

Ceklek!!! Telepon ditutup.

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Markus 12: 43-44)


From : Indah Susanti, Semarang
Previous
Next Post »